Lemah Kuning! Nama ini sengaja aku pilih, karena ini akan mengingatkan pada suatu masalah tersendiri, yang menjadi harus dicampakkan, dan dijauhkan dari kebenaran. Dan mungkin kebenaran itu hanya menjadi suatu impian belaka. Namun demikian marilah kita bermimpi, banyak orang mengatakan dengin bermimpi suatu saat akan menjadi kenyataan. Jauh sebelum saya menggunakan kata ini untuk memberi judul blog, hanya satu masalah yang muncul ketika dilakukan pencarian menggunakan google.

30.8.10

Museum Negeri Champa

Di kota Da Nang yaitu sebuah kota yang cukup ramai yang terletak di teluk Thanh Binh, (muara sungai Han) Vietnam ada sebuah museum yang menyimpan benda-benda bersejarah. Musium itu dikenal dengan nama Museum Champa Sculpture. Musium ini dibangun pada tahun 1915 dengan motif arsitektur gaya Champa. Negeri Champa sendiri adalah sebuah kerajaan yang didirikan pada tahun 192 M dengan dinasti pertamanya yang memerintah adalah Sri Mara. Kerajaan Champa ini bertahan hingga tahun 1832 M dengan dinasti terakhir yang memerintah adalah dinasti ke-17, Po.


Saat ini museum tersebut menampung 297 karya patung batu dan terakota yang dibuat antara abad ke-7 dan abad ke-15. Berikut adalah beberapa gambar dari koleksi-koleksinya. For someone that maybe your picture was in here, forgive me please!

 
 
 
 

 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 




Berikut ini adalah peta kota Da Nang:





14.8.10

Bilangan JOU

Angka Decimal

Sistem bilangan desimal, juga disebut bilangan berbasis sepuluh dan kadang-kadang hanya desimal saja, adalah mengunakan sepuluh sebagai dasarnya. Semua orang (yang tidak buta angka) mengenal angka ini.

Saya tidak akan berpanjang lebar dalam desimal ini singkatnya:
1 (=satu), 2 (=dua), 1000 (=seribu), 1.000.000 (sejuta). Yang terakhir karena terlalu banyak 0 (=nol) maka sering ditulis 1 X 10^6 atau 10^6 saja.

Sepersepuluh ditulis 0,1 (id) atau 0.1 (en), dan sepersejuta ditulis 0,000.001. Sekali lagi karena kebanyakan menulis 0 maka disingkat menjadi 10^-6


Angka Romawi
Angka Romawi adalah sistem angka dari peradaban Romawi Kuno yang menggunakan lambang bilangan huruf/abjad, yang dikombinasikan untuk menunjukkan jumlah atau selisih dari nilai-nilainya. mereka. Sepuluh angka yang pertamanya: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, dan X.

Ternyata (menurut referensi) angka Romawi ini sudah mengalami perubahan dari system aslinya. Perubahan terjadi pada abad pertengahan.

Secara keseluruhan lambang bilangan angka Romawi adalah: I (satu), V (lima), X (sepuluh), L (limapuluh), C (seratus), D (limaratus) dan M (seribu). Praktis dengan angka Romawi ini akan kesulitan (bahkan tidak bisa) untuk menuliskan angka-angka yang besar (sejuta ke-atas).

IL mempunyai makna limapuluh kurang satu atau empatpuluh sembilan (49), tetapi menulis angka seperti itu adalah salah, yang bener XLIX. Sedangkan LI adalah melambangkan limapuluh ditambah satu (51). Maka XM adalah seribu dikurangi sepuluh dan XMI adalah seribu dikurangi sepuluh ditambah satu (?) XL lambang bilangan untuk empatpuluh (bukan ukuran baju saya). MCD = Sirno Ilang Kertaning Bumi.

Kesimpulannya: angka Romawi nyusahin untuk menulis angka yang besar, apalagi untuk perhitungan.


Angka Biner
Sistem bilangan biner, atau bilangan dengan dasar dua (2), merupakan nilai numerik dengan menggunakan dua symbol (lambang bilangan) 1 dan 0, dalam bahasa mesin kemudian diterjemahkan sebagai “on” dan “off”. Lebih spesifik lagi, bilangan berbasis-2 ini adalah merupakan penulisan posisional dengan radix dua, yang langsung dapat diimplementasi pada sirkuit elektronik digital menggunakan gerbang logika. Sistem biner ini telah digunakan secara internal oleh semua komputer.

Sistem bilangan biner modern ini ditemukan oleh Gottfried Wilhelm Leibniz pada abad ke-17. Sistem bilangan ini merupakan dasar dari semua sistem bilangan berbasis digital. Dari sistem biner, kita dapat mengkonversinya ke sistem bilangan Oktal atau Hexadesimal. Sistem ini juga dapat kita sebut dengan istilah bit, atau Binary Digit. Pengelompokan biner dalam komputer selalu berjumlah 8, dengan istilah 1 Byte/bita. Dalam istilah komputer, 1 Byte = 8 bit. Kode-kode rancang bangun komputer, seperti ASCII (American Standard Code for Information Interchange) menggunakan sistem peng-kode-an 1 Byte. 2^0=1, 2^1=2, 2^2=4, 2^3=8, 2^4=16, 2^5=32, 2^6=64, dst

Komputer pertama lahir adalah sebagai komputer generasi 8 bit, maksudnya adalah sbb:
0 = 0000 0000, 1 = 0000 0001, 2 = 0000 0010, 3 = 0000 0011, 10 = 0000 1010, 15 = 0000 1111, 16 = 0001 0000, 253 = 1111 1100 dan 256 = 1111 1111.

Perhitungan dalam biner mirip dengan menghitung dalam sistem bilangan lain. Dimulai dengan angka pertama, dan angka selanjutnya. Dalam sistem bilangan desimal, perhitungan mnggunakan angka 0 hingga 9, sedangkan dalam biner hanya menggunakan angka 0 dan 1.

Contoh: mengubah bilangan desimal menjadi biner:

desimal:  10 = 8 + 0 + 2 + 0
                   = (1 x 2^3) + (0 x 2^2) + (1 x 2^1) + (0 x 2^0).

dari perhitungan di atas bilangan biner dari 10 adalah 1010


Hexadecimal
Dalam matematika dan ilmu komputer, heksadesimal adalah bilangan berbasis-16 yaitu merupakan sistem bilangan posisional dengan radix-16. Menggunakan enam belas simbol yang berbeda, yaitu 0 s/d 9 ditambah abjat A, B, C, D, E dan F (kadang-kadang boleh ditulis dengan huruf kecil a, b, c, d, e dan f)

Sebagai contoh 2AF3 heksadesimal adalah sama dengan (2 × 16^3) + (10 × 16^2) + (15 × 16^1) + (3 × 16^0), atau 10.995.

Setiap digit heksadesimal mewakili empat digit biner (bit) (juga disebut "nibble"), dan penggunaan penulisan bilangan heksadesimal utama adalah untuk mempermudah manusia (human-frienly) dalam melihat nilai-nilai kode biner dalam komputer dan elektronika-elektronika digital lainnya. Misalnya, nilai byte dapat berkisar 0-255 (desimal) tetapi mungkin lebih mudah direpresentasikan sebagai dua digit heksadesimal dalam kisaran 00 sampai FF. Heksadesimal juga biasa digunakan untuk mewakili alamat memori komputer.

Dari bilangan biner ke bilangan hexa kemudian ke bilangan desimal, maka kemudian kita mengenal nilai-nilai berikut ini:
Satu (1) Byte sama dengan delapan (8) bit: 1 Byte = 8 bit, 1KB = 1000 Bytes. Huruf B (besar) sebagai simbol Byte dan huruf b (kecil) sebagai simbol bit. Sehingga kita berlangganan internet dengan kecepatan 400 Kbps (kilo bit per second) adalah bukan kecepatan yang kita inginkan sebagai 400 KBps (kilo Byte per second). Sehingga akhirnya satuan memory (baik dalam HD, RAM maupun ROM) yang terkecil biasanya (yang masih terdengar hingga hari ini) 1KB, 2KB, 4KB, 8KB, 16KB, 32KB, 64KB, 128KB, 256KB, 512KB, 1024KB=1MB, 2048KB=2MB, 4MB, 8MB, 16MB, 32MB, 64MB, 128MB, 256MB, 512MB, 1024MB=1GB, 2GB, 4GB, 8GB, 16GB, 32GB, 64GB, 128GB(sering dikenal sebagai 120GB saja). Satuan selanjutnya adalah Tera.

Angkanya Bangsa Maya
Angka bangsa Maya adalah angka yang menggunakan basis-20 (vigesimal) dan telah digunakan oleh peradaban Maya pada era Pra Columbus (Amerika kuno). Angka-angkanya terdiri dari tiga simbol (lambang bilangan); nol (seperti mata), titik dan garis lurus. Sebagai contoh, sembilan belas (19) ditulis sebagai empat titik berbaris horisontal di atas tiga garis horizontal yang ditumpuk satu sama lain.

Bilangan setelah sembilanbelas ditulis vertikal ke-atas dalam kwadrat dua puluh. Sebagai contoh, tiga puluh tiga akan ditulis sebagai satu titik di atas tiga titik, yang terdapat di atas dua garis. Titik pertama merupakan satu “dua puluhan” atau (1 × 20), yang akan ditambahkan pada tiga titik dan dua garis, atau tigabelas. Oleh karena itu, (1 × 20) + 13 = 33. Setelah mencapai 20^2 atau 400, baris lain dimulai. Empatratus duapuluh sembilan (429) akan ditulis sebagai sebuah titik di-atas satu titik, di-atas empat titik dan satu garis, atau (1 × 20^2) + (1 × 20^1) + 9 = 429.

Menambah dan mengurangi angka di bawah 20 menggunakan angka Maya sangat sederhana. Penambahan dilakukan dengan menggabungkan simbol numerik pada tiap tingkat. Jika lima atau lebih titik hasil dari kombinasi, lima titik akan dihapus dan diganti dengan sebuah garis. Jika ada empat atau dari garis, empat garis akan dihapus dan sebuah titik akan ditambahkan ke kolom berikutnya yang lebih tinggi. Mirip simpoa alat hitung dari bangsa China.

Sexagesimal
Sexagesimal adalah sistem bilangan dengan basis-60. Ini berasal dari Sumeria kuno di milenium ke-3 SM, saat ini masih digunakan dalam bentuk yang sudah diubah, yaitu untuk mengukur waktu, sudut, dan koordinat geografis. Angka 60, adalah angka yang sangat kompromis, mempunyai dua belas faktor, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20, 30 dan 60 dimana dua, tiga, dan lima adalah faktor utamanya. Dengan begitu banyak faktor, banyak fraksi yang melibatkan angka sexagesimal. Misalnya, satu jam dapat dibagi secara merata ke bagian-bagian dari 30 menit, 20 menit, 15 menit, 12 menit, 10 menit, enam menit, lima menit, dll. Enam puluh adalah jumlah terkecil yang habis dibagi semua bilangan dari satu sampai enam. Hal ini karena 60 = 2 x 2 x 3 x 5.

Sayangnya sexagesimal ini mempunyai lambang bilangan yang sangat rumit. Dalam artikel ini, semua angka sexagesimal direpresentasikan sebagai angka desimal, kecuali jika dinyatakan lain. Sebagai contoh, 10 berarti sepuluh dan 60 berarti enam puluh.



Bilangan sexagesimal dalam era modern, sebagai bilangan yang hanya digunakan dalam mengukur sudut, koordinat geografis, dan waktu saja, maka bisa dilihat contohnya sebagai berikut. Satu jam waktu dibagi menjadi 60 menit, dan satu menit dibagi menjadi 60 detik. Jadi, pengukuran waktu seperti “03:23:17” mempunyai arti tiga jam, 23 menit, dan 17 detik, bisa ditafsirkan sebagai angka sexagesimal, yang berarti 3 × 60^2 + 23 × 60^1 + 17 × 60^0 detik atau 3 x 60^0 + 23 x 60^-1 + 17 x 60^-2 jam. Sebuah lingkaran dapat dibagi mejadi 360 derajat, setiap derajat masih bisa dibagi menjadi 60 menit, dan setiap menitnya masih dapat pula dibagi menjadi 60 detik. Cara ini adalah sangat teliti sekali untuk menentukan koordinat suatu tempat di muka bumi, ataupun menentukan koordinat benda langit. Untuk menuliskan angka pecahan sangat rumit saya tidak mempelajarinya.


Sistim bilangan angan-angan saya.
Saya menganngan-angankan sistim bilangan ini sudah sejak 15 s/d 20 tahun yang lalu, dan sudah pula aku mencoba menuliskannya dalam bentuk dokumen berwujud cerpen. (Lho kok aneh?). Sistim bilangan yang saya angan-angankan ini adalah sistim bilangan berbasis-25 yang menggunkan lambang bilangan huruf dari a s/d z, dimana u = v (agar lengkap semuanya duapuluh lima, dan alasan lain penulisan huruf u sering tertukar dengan huruf v). Penulisan boleh menggunakan huruf besar (capital letter) maupun huruf kecil (small letter). Huruf a mewakili satu (1), b mewakili dua (2), c mewakili tiga (3) dan seterusnya sampai akhirnya z mewakili zero (nol).

Dengan ini mudah sekali untuk menuliskan angka duapuluh lima (25) yaitu : az, atau dengan huruf besar AZ. Selanjutnya BZ = limapuluh (50), DZ = seratus (100). Kemudian XYZ sama dengan berapa?

Hitung saja:

X = 23 x 25^2 = 23 x 625 = 14375
Y = 24 x 25^1 = 24 x 25 = 600
Z = 0

Jadi XYZ = 14375 + 600 = 14975. Kemudian sistim bilangan ini saya namakan Bilangan JOU. Saya memang belum mengutak-atik nama-nama maupun untuk keperluan apa saja dengan bilangan ini. Kerabat paling dekat dengan sistim bilangan ini adalah bilangan dengan basis-24. Sistim bilangan yang terakhir saya sebutkan mungkin ada hubungannya dengan: umbu-ungu, kokali, tokapu talu atau tokapu-tokapu.

10.8.10

Candra Sengkala

Sapto Layon Ngesti Aji
(Sumber asli: KASKUS)


Sebenarnya judul asli naskah ini adalah “Lawon Sapto Ngesti Aji”, yaitu merupakan sengkalan (Candra Sengkala) yang terdapat dalam naskah Ramalan Sabdo Palon. Namanya juga ramalan (prakiraan), jadi seandainya hal yang sebenarnya terjadi tidak tepat dengan waktunya, atau mungkin kata-katanya dari ramalan tadi yang kurang tepat, hal itu adalah biasa. Terlepas dari siapa sesungguhnya yang membuat ramalan itu, tetapi sangatlah nyata bahwa ramalan itu benar-benar terjadi. Berikut ini adalah penjelasannya.

Disini saya hanya akan menjelaskan penjabarannya saja. Sapto adalah angka tujuh (7) dalam sansekerta, dan layon adalah jasad yang sudah meninggal, dan mengungkapkan makna delapan (8) dalam candrasengkala. Ngesti juga berarti delapan (8) dan aji berarti satu (1). Kalau dibalik seluruh rangkaian angka maka menjadi seribu-delapanratus-delapanpuluh-tujuh (1887). Itu adalah tahun Saka yang jika dikonversi ke Masehi menjadi tahun seribu-sembilanratus-enampuluh-lima (1965).

Semua orang Indonesia tentu tahu pada tahun itu ada peristiwa apa. Tujuh Layon yang dimasukkan kedalam Satu lubang Sumur. Orang orde baru menyebutnya sebagai G30S/PKI.


Berikut adalah petikan dari naskah tersebut:

1. Pada sira ngelingana, carita ing nguni-nguni, kang kocap ing serat babad, babad nagri Mojopahit. Nalika duking nguni, sang-a Brawijaya Prabu, pan samya pepanggihan, kaliyan Njeng Sunan Kali, Sabda Palon Naya Genggong rencangira.

2. Sang-a Prabu Brawijaya, sabdanira arum manis, nuntun dhateng punakawan, Sabda Palon paran karsi, “Jenengsun sapuniki, wus ngrasuk agama Rosul. Heh ta kakang manira, meluwa agama suci, luwih becik iki agama kang mulya.”

3. Sabda Palon matur sugal, “Yen kawula boten arsi, ngrasuka agama Islam, wit kula puniki yekti, ratuning Dang Hyang Jawi, momong marang anak putu, sagung kang para Nata, kang jurneneng Tanah Jawi, wus pinasthi sayekti kula pisahan.”

4. “Klawan Paduka sang Nata, wangsul maring sunya ruri. Mung kula matur petungna, ing benjang sakpungkur mami, yen wus prapta kang wanci, jangkep gangsal atus tahun, wit ing dinten punika, kula gantos kang agami, gama Buda kula sebar tanah Jawa.”

5. “Sinten tan purun nganggeya, yekti kula rusak sami. Sun sajekken putu kula, berkasakan rupi-rupi, dereng lega kang ati, yen durung lebur atempur. Kula damel pratandha, pratandha tembayan mami, hardi Merapi yen wus njeblug mili lahar.”

6. “Ngidul ngilen purugira, ngganda banger ingkang warih, nggih punika medal kula, wus nyebar agama budi, Merapi janji mami. Anggereng jagad satuhu, karsanireng Jawata, sadaya gilir gumanti, boten kenging kalamunta kaowahan.”

7. “Sanget-sangeting sangsara, kang tuwuh ing tanah Jawi, sinengkalan tahunira, Lawon Sapta Ngesthi Aji. Upami nyabrang kali, prapteng tengah-tengahipun, kaline banjir bandhang, jerone ngelebne jalmi, kathah sirna manungsa prapteng pralaya.”

8. “Bebaya ingkang tumeka, warata sa Tanah Jawi, ginawe kang paring gesang, tan kenging dipun singgahi, wit ing donya puniki, wonten ing sakwasanipun, sedaya pra Jawata, kinarya amertandhani, jagad iki yekti ana kang akarya.”

9. “Warna-warna kang bebaya, angrusaken Tanah Jawi. Sagung tiyang nambut karya, pamedal boten nyekapi, priyayi keh beranti, sudagar tuna sadarum, wong glidhik ora mingsra, wong tani ora nyukupi, pametune akeh sirna aneng wana.”

10. “Bumi ilang berkatira, ama kathah kang ndhatengi, kayu kathah ingkang ilang, cinolong dening sujanmi, pan risaknya nglangkungi, karana rebut rinebut, risak tataning janma, yen dalu grimis keh maling, yen rina-wa kathah tetiyang ambegal.”

11. “Heru-hara sakeh janma, rebutan ngupaya bukti, tan ngetang anggering praja, tan tahan perihing ati, katungka praptaneki, pageblug ingkang linangkung, lelara ngambra-ambra, waradin saktanah Jawi, enjing sakit sorenya sampun pralaya.”

12. “Kesandung wohing pralaya, kaselak banjir ngemasi, udan barat salah mangsa, angin gung anggegirisi, kayu gung brasta sami, tinempuhing angin agung, kathah rebah amblasah, lepen-lepen samya banjir, lamun tinon pan kados samodra bena.”

13. “Lun minggah ing daratan, karya rusak tepis wiring, kang dumunung kering kanan, kajeng akeh ingkang keli, kang tumuwuh apinggir, samya kentir trusing laut, seia geng sami brasta, kabalebeg katut keli, gumalundhung-gumludhug suwaranira.”

14. “Hardi agung-agung samya, huru-hara nggegirisi, gumleger suwaranira, lahar wutah kanan kering, ambleber angelebi, nrajang wana lan desagung, manungsanya keh brasta, kebo sapi samya gusis, sirna gempang tan wonten mangga puliha.”

15. “Lindu ping pitu sedina, karya sisahing sujanmi, sitinipun samya nela, brekasakan kang ngelesi, anyeret sagung janmi. Manungsa pating galuruh, kathah kang nandhang roga, warna-warna ingkang sakit, awis waras akeh kang prapteng pralaya.”

16. Sabda Palon nulya mukswa, sakedhap boten kaeksi, wangsul ing jaman limunan. Langkung ngungun Sri Bupati, njegreg tan bisa angling, ing manah langkung gegetun, keduwung lepatira, mupus karsaning Dewadi, kodrat iku sayekti tan kena owah.

Link: Kaskus