Lemah Kuning! Nama ini sengaja aku pilih, karena ini akan mengingatkan pada suatu masalah tersendiri, yang menjadi harus dicampakkan, dan dijauhkan dari kebenaran. Dan mungkin kebenaran itu hanya menjadi suatu impian belaka. Namun demikian marilah kita bermimpi, banyak orang mengatakan dengin bermimpi suatu saat akan menjadi kenyataan. Jauh sebelum saya menggunakan kata ini untuk memberi judul blog, hanya satu masalah yang muncul ketika dilakukan pencarian menggunakan google.

15.1.13

Januari

Hujan Sehari-hari














Bolehlah kiranya sesekali saya bercerita tentang masa kecil. Tentu saja sebuah kehidupan di desa yang sementara orang menganggap hidup di desa itu nyaman, tentram dan menyenangkan. Meskipun tidaklah selalu demikian, tetapi yang akan saya ceritakan ini adalah hal demikian itu, gambaran seorang anak yang hanya selalu senang yang tidak pernah berfikir bagaimana nanti menjalani hidup kelak yang penuh dengan liku-liku.

Musim penghujan seperti sekarang ini, dulu ketika saya masih kecil adalah hal yang biasa. Artinya tidak pernah menjadikan beban bagi saya sebagai seorang anak. Misalnya, kalau pagi-pagi menjelang berangkat sekolah sudah hujan, ya tidak apa-apa dan tetap saja pergi ke sekolah, entah itu hujan deras dari semalam suntuk ataupun hanya hujan gerimis ringan. Dan jika seharian tanpa ada sinar matahari yang terlihat itu juga biasa, namanya musim hujan. Dan juga jika kemudian banjir (banyak air menggenang yang tidak segera surut) itu juga biasa. Kondisi apapun selalu senang, tentu saja sambil bermain dengan kondisi yang ada apapun adanya.

Sebuah permainan imajinasi anak-anak ketika musim hujan datang, adalah ketika melihat air mengalir pada parit-parit kecil. Bukanlah sebuah selokan, tetapi hanya cekungan yang memang sengaja dibuat untuk mengalirkan air apabila musim hujan sehingga air tidak menggenang dimana-mana. Ini adalah strategi agar tanaman-tanaman yang ada di pekarangan rumah bisa tumbuh dengan baik. Tanpa tergenang air walau musim hujan. Ketika hujan sudah reda maka parit-parit itu masih mengalirkan air. Dengan mencoba untuk membendung aliran itu, dan kemudian dengan sebatang tangkai daun pepaya yang dalamnya bolong, maka air yang mulai menggenang itu akan mengalir melalui lobang pada tangkai daun pepaya tadi, layaknya sebuah pancuran-pancuran dari bambu yang ada di daerah pegunungan. Meskipun kemudian diomeli karena dianggap akan menghambat aliran air.

Di sebuah sungai kecil yang airnya keruh berlumpur tentunya, maka di musim penghujan dapat bermain dengan memancing (memperangkap) kepiting. Kepiting-kepiting ini tidaklah terlalu besar sehingga masih aman untuk anak-anak. Memancing kepiting adalah hal yang mudah, karena tidak ada teknik yang rumit, misalnya seperti memancing ikan. Yang diperlukan hanya perangkap, dan kadang-kadang tanpa perangkappun bisa didapat. Perangkap yang dipakai bisa alat apa saja, yang penting ketika diangkat air tidak ikut terbawa. Maka kalau kebetulan alat yang didapat bekas timba, harus benar-benar timba itu mempunyai lobang yang cukup banyak sehingga air tidak ikut terbawa. Umpan yang dipakai bisa keong ataupun bekicot. Umpan diikat didalam perangkap, dan perangkap itu sudah dilengkapi dengan tali yang cukup kuat, kemudian di masukkan ke dalam air sungai yang mengalir itu. Limabelas menit diangkat, biasanya minimal dua ekor kepiting ada di sana.  

Masih banyak permainan yang biasa saya lakukan ketika musim hujan, tetapi adalah satu hal yang sangat tidak dapat dilupakan seumur hidup ketika sekolah tempat saya belajar roboh di saat jam belajar. Entah apa yang terjadi dengan hari itu, ketika saya yang masih kelas IV SD mendapati ruang belajarnya dudah rata dengan tanah. 

Saat itu memang sedang musim hujan, dan berarti air akan menggenang dimana-mana termasuk di sekitar sekolah. Maklum sekolah kampung maka guru hanya satu untuk mengajarkan seluruh mata pelajaran dan sekaligus sebagai wali kelas. Entah apa yang tersirat dengan guru kami itu, sehingga kelas IV diistirahatkan lebih awal dari biasanya, meskipun sebenarnya jam masuk maupun jam istirahat tidak pernah dimengerti oleh siswa karena semua tergantung guru, kapan potongan besi rel kereta itu akan dipukul.        

Karena musim hujan dan banyak air menggenang, kami murid kelas IV yang diistirahatkan lebih awal main jauh sekali, dan jauh dari sekolah. Tentu saja kami asyik dengan mainan kami sendiri. Air! Dan ketika seseorang meneriaki kami katanya sekolah kami roboh, kami tidak percaya, tak urung juga kami kembali ke sekolah, ternyata benar adanya.

Banyak orang berteriak-teriak, banyak orang menjerit-jerit, banyak orang menangis, banyak juga orang melakukan evakuasi. Tidak seluruh bangunan roboh, hanya sebagian kelas IV dan kelas V. Kelas V adalah yang banyak menjadi korban karena memang sedang ada kegiatan belajar dan tidak sedang istirahat seperti kami. Memang tidak ada korban meninggal, tetapi bisa saya bayangkan seandainya ketika bangunan itu roboh kami sedang belajar apa jadinya. Tepat di atas bangku saya ada kayu tulangan yang melintang. Saya juga mendapati alat tulis saya pecah sehari kemudian di tempat evakuasi. 

Setelah kejadian, seluruh ruangan tertutup untuk belajar. Kegiatan belajar mengajar dipindahkan ke rumah-rumah penduduk. Dua tahun kemudian sekolah itu baru selesai diperbaiki, jadi saya langsung menempati ruangan kelas VI.   

6.1.13

Stasiun Kereta Api

Kutoarjo

















Tidak dapat diingat dengan pasti kapan saya mulai mengenal kereta api atau sepur, tetapi yang jelas saya masih kecil sekali dan belum sekolah. Di stasiun Kutoarjo itu saya pertama kali melihat yang namanya kereta api, tetapi peristiwa apakah itu saya kurang jelas. Kemudian dengan jelas dan pasti tahun 1970, saya kembali berada di stasiun itu karena diajak bapak saya untuk mengantarkan kakak tertua dengan membawa bekal cukup banyak untuk menempuh kehidupan baru di Jakarta. Satu tahun kemudian saya benar-benar naik kereta api menuju Jakarta untuk pertama kali melihat Ibukota Negara Republik Indonesia, DKI Jakarta.

Waktu itu kereta yang digunakan/dinaiki adalah kereta yang berasal dari stasiun Solo Balapan, dan belum diberi embel-embel ekonomi. Jadi kereta itu terkenal dengan nama Snailtrain Solo Balapan, karena selalu dibalap oleh kereta-kereta mahal yang lain. Kereta itu dulu berjalan siang hari, tetapi sekarang berubah nama menjadi Kereta Api Ekonomi Bengawan Solo yang berangkat dari stasiun Solo Jebres, dan hanya berjalan malam hari.

Entah kapan (karena saya benar-benar tidak dapat mengingat) semenjak dari peristiwa itu, maka dari radio diumumkan bahwa akan ada kereta api yang berangkat dari stasiun Kutoarjo menuju Jakarta dengan nama Sawunggalih. Tidak bisa juga saya selusuri asal kata itu, tetapi di kota kecil itu memang ada beberapa tempat yang menggunakan nama hampir sama, misalnya Semawung. Tetapi ada juga sebuah sekolah swasta yang persis menggunakan kata itu, SMEA (SMK) Sawunggalih. 

Asal kata Sawunggalih sendiri dari sawo dan galih, yaitu buah sawo dan inti pokok batang pohon sawo. Jadi secara keseluruhan bisa berarti inti batang pokok pohon sawo yang berwarna kehitaman dan sangat keras. Konon itu adalah legenda setempat yang menyebutkan perkelahian yang diwakilkan seekor ayam jantan (jago). Ayam jago itu penjelmaan dari inti pokok batang sawo itu sehingga sangat susah dikalahkan dengan ayam-ayam lain.

Kereta Sawunggalih itu berangkat dari Kutoarjo malam hari, sampi di Jakarta pagi hari dan langsung balik lagi ke Kutoarjo. Dulu di gerbong kereta itu tertulis PWT singkatan dari kata Purwokerto, yang artinya kereta api itu mempunyai Dipo induk di Purwokerto. Memang stasiun Kutoarjo adalah merupakan Daerah Operasi V yang berpusat di Purwokerto. Sebelah Timur Kutoarjo, stasiun Jenar sudah merupakan Daerah Operasi VI Yogyakarta.     

Semenjak satahun yang lalu, tulisan di gerbong itu berubah menjadi KTA (seperti dalam gambar), yang merupakan singkatan dari Kutoarjo. Itu adalah bagian dari pengakuan PT. KAI bahwa stasiun Kutoarjo merupakan Stasiun Besar, yang disejajarkan dengan stasiun Pasar Senen (PSE), Gambir, Jatinegara (JNG), Cirebon (CN), Yogyakarta (YK), Solo Balapan (SLO), Semarang Tawang (SMT), Surabaya dan Purwokerto sendiri. Sedangkan stasiun Jakarta Kota (JAKK) adalah stasiun Pusat.

Kini stasiun Kutoarjo benar-benar merupakan stasiun besar. Dari stasiun ini sekarang diberangkatkan 5 kereta api. Kereta Api yang dulu bernama Sawunggalih sekarang berubah nama menjadi Kutojaya Utara (ekonomi), dengan keberangkatan tetap malam hari. Kereta Api Kutojaya Selatan (ekonomi) diberangkatkan pagi hari menuju kota Bandung hanya sampai stasiun Kiara Condong. Kemudian ada Sawunggalih Pagi (bisnis) dan Sawunggalih Malam (bisnis). Satu lagi Bogowonto, yang merupakan Kereta Api Ekonomi AC pertama kali. Pada hari-hari di sekitar lebaran ada tambahan ekstra lebaran yang menyesuaikan dengan kondisi lapangan tentunya.