Lemah Kuning! Nama ini sengaja aku pilih, karena ini akan mengingatkan pada suatu masalah tersendiri, yang menjadi harus dicampakkan, dan dijauhkan dari kebenaran. Dan mungkin kebenaran itu hanya menjadi suatu impian belaka. Namun demikian marilah kita bermimpi, banyak orang mengatakan dengin bermimpi suatu saat akan menjadi kenyataan. Jauh sebelum saya menggunakan kata ini untuk memberi judul blog, hanya satu masalah yang muncul ketika dilakukan pencarian menggunakan google.

20.7.13

KRL Jabotabek

PROGRESS TARIFF































Satu lagi perubahan terjadi di Jakarta, yang memaksakan agar penghuninya segera menyesuaikan diri. Adalah pemberlakuan tiket elektronik (e-ticket) untuk pengguna jasa angkutan kereta KRL. Perubahan pertama sebenarnya terjadi ketika diberlakukannya Route Loop Line. Jalur kereta ini sebenarnya menggantikan dan menyempurnaan rute lama yaitu ketika akan diterapkan KRL Ciliwung dengan armadanya Joko Lelono, yaitu angkutan KRL yang hanya berputar sekitar kota saja. Rutenya: Pasar Senen, Jatinegara, Manggarai, Tanah Abang, Angke dan berakhir di Jakarta Kota atau sebaliknya. Rute itu hanya sempat berjalan beberapa bulan. Entah kenapa atau karena penumpangnya yang kurang dari perkiraan akhirnya jalur ini diberhentikan pengoperasiannya dan digantikan dengan Route Loop Line.

Bagi orang yang tidak tinggal di Jakarta agak susah untuk membayangkan, ketika rute ini diujicobakan pertamakali penumpangnya memang masih sedikit, tetapi kian hari kian bertambah. Pasalnya, orang mau ke Pasar Senen kok harus muter dulu sampai ke Angke, sementara orang beranggapan itu akan cukup memakan waktu (membuang waktu dengan percuma). Tetapi orang lupa bahwa moda yang dinaiki tersebut adalah kereta, suatu moda yang anti macet.

Pada garis besarnya Route Loop Line ini adalah mengubah jalur kereta yang lama menjadi sebagai berikut:

  1. Seluruh KRL yang berasal dari Bekasi, yang dulu melewati Pasar Senen dialihkan melewati Manggarai, Gambir (langsung) dan menuju ke Jakarta Kota.
  2. KRL yang berasal dari Depok atau Bogor, di stasiun Manggarai dibagi dua. Sebagian terus berlanjut menuju Gambir (langsung) dan Jakarta Kota. Dan selebihnya belok ke arah Sudirman, Tanah Abang, Angke, Kampung Bandan, Pasar Senen dan mengakhiri perjalanan di stasiun Jatinegara.
  3. Seluruh KRL dari Serpong hanya sampai Tanah Abang, dan seluruh KRL yang dari Tangerang hanya sampai Duri.
  4. Sedangkan jalur Kereta Lokal non KRL masih sering dirubah-rubah menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan lainnya. 
  5. Yang dimaksud dengan loop line sebenarnya adalah, karena beberapa kereta tidak langsung menuju ke arah yang biasanya (stasiun Jakarta Kota) maka penumpang boleh pindah jalur dengan kereta lain yang lewat tanpa harus membeli tiket lagi. Tetapi kondisi ini berlaku apabila tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku. (Penjelasannya terlalu rumit).    
Perubahan yang saya utarakan sudah cukup membingungkan bagi orang awam yang tidak biasa naik KRL, tetapi bagi yang sudah biasa mungkin malah menjadi harapan yang lebih baik, misalnya orang yang dari Depok atau Bogor ingin ke Pasar Senen atau Jatinegara maka hanya cukup sekali naik KRL dan sudah sampai. Dan bila tetap ingin menuju Kota (Jakarta Kota), juga masih tetap seperti biasa. Yang agak kurang biasa misalnya yang dari Bekasi ingin ke Pasar Senen harus turun dulu di Jatinegara untuk pindah kereta. Dan memang sebenarnyalah perubahan ini untuk menunjang kelancaran lalu-lintas di Jakarta (Mass Rapid Transport/MRT)

Sebelum tiket elektronik diberlakukan, maka moda tersebut tetap dijalankan dengan menggunakan tiket kertas biasa. Namun ada perubahan yang dilakukan oleh PT. KAI tetapi itu tidak dirasakan oleh pengguna jasa moda angkutan ini. Perubahan itu adalah ketika dipublikasikannya Commuter Line, perubahan yang banyak menuai protes justru ketika akan dihapuskannya KRL ekonomi. Tentu saja itu menuai protes karena memang banyak orang yang tidak mengerti apa sesungguhnya dibalik perubahan-perubahan itu.

Hari ini saya mencoba menggunakan moda angkutan tersebut, semenjak terakhir kali saya menggunakannya di salah satu stasiun terpampang pengumuman akan diberlakukannya sistem tiket elektronik progress tariff. Saya berangkat menuju stasiun Pondok Cina dan ingin menuju stasiun Pasar Senen. Dan saya tahu untuk sementara di stasiun Pasar Senen tidak memberhentikan KRL yang berasal dari Depok atau Bogor, jadi saya harus memilih stasiun terdekat dari Pasar Senen: Gondangdia, Juanda, Mangga Besar, Kemayoran atau sekalian Jatinegara. Di stasiun Gambir jelas semua KRL tidak berhenti dari arah manapun. Kalu hari-hari sebelumnya saya memilih Mangga Besar karena, dari Juanda susah untuk mendapatkan angkutan kota yang menuju Pasar Senen, maka kali ini saya memilih Gondangdia karena mengingat progress tariff tersebut, yang artinya lebih jauh pasti lebih mahal.

Di loket saya dikenakan harga Rp 3.500,- ini adalah keterkejutan saya yang pertamakali. Biasanya untuk sampai ke Kota minimal Juanda saya dikenakan harga Rp8.000,- (setelah kenaikan). Saya melanjutkan ke Pasar Senen dengan angkutan kota yang menuju sana, kebetulan pas turun dari stasiun ada lewat P 20 yang dari Lebak Bulus, langsang saja naik. Keterkejutan ke-2 adalah ternyata bus itu Kopaja ber-AC yang ongkosnya juga beda Rp 5.000,- Ya sudah saya lanjutkjan saja perjalanan yang cukup pendek tadi dengan uang gocengan.

Keterkejutan ke-3 adalah setelah urusan selesai di stasiun Pasar Senen, maka untuk kembali lagi ke stasiun Pondok Cina adalah lebih baik bila langsung saja membeli karcis dan naik dari situ. Ternyata saya hanya dikenakan Rp 4.000,- Lalu sebenarnya apakah progress tariff tersebut? Sebenarnya itu hampir sama dengan tarif yang diberlakukan pada telepon genggam. Apabila dalam menggunakan telepon genggam dikenakan tarif seribu rupiah untuk satu menit pertama, dan selanjutnya satu rupiah untuk setiap satu detik, maka pada KRL bunyinya: tigaribu rupiah untuk lima stasiun pertama, dan selanjutnya limaratus rupiah untuk setiap tiga stasiun.

Ternyata harga yang saya dapatkan hari ini jauh lebih murah dibandingkan dengan pernyataan di atas, juga lebih murah dari tarif resmi yang sudah dikeluarkan sebulan sebelumnya untuk sistem ini. Kata saya itu adalah biasa, promosi. Kapan-kapan kalau penumpangnya sudah membludak maka tarif pasti akan dikembalikan ke harga yang sebenarnya. Lalu bagaimana cara kerja e-ticket tadi?

Ada dua macam tiket yaitu untuk single trip dan untuk multi trip. Tiket single trip hanya berlaku untuk satu kali perjalanan, maka setelah diberikan tiket yang sudah di-signing (dimasukkan/ditempelkan ke mesin tertentu agar kartu tiket tersebut mempunyai tanda single trip) oleh petugas, maka kartu tiket tersebut dapat ditempelkan pada mesin pintu pembuka jalan menuju peron, kemudian kartu tiket tersebut tetap dibawa oleh penumpang masuk kedalam kereta. Sampai di tempat tujuan kartu tiket tersebut harus dimasukkan ke pintu pembuka peron sehingga penumpang bisa keluar, kartu tersebut ditinggal di dalam mesin pembuka peron. Kartu tersebut seukuran persis dengan kartu ATM dan juga mempunyai maghnit penyimpan data.

Sedangkan kartu tiket untuk multi trip, ini adalah pengganti kartu abonemen yang biasa digunakan oleh pengguna tetap moda angkutan ini, namun cara kerjanya agak berbeda. Kartu tiket multi trip ini cara kerjanya mirip dengan e-toll card, jadi kalau habis bisa diisi ulang. Karena kartu ini milik pribadi, maka kartu ini tidak ditinggalkan di mesin pembuka pintu peron, tetapi cukup ditempelkan pada mesin dan pintu akan terbuka, kartu tetap dibawa pulang. Ketika ingin melakukan perjalanan maka kartu ini tetap diantrikan di loket untuk dipotong nilainya dan baru bisa ditempelkan pada mesin pembuka peron. (Nampaknya agak ribet dech . . . )

Berikut ini adalah jadwal KRL Jabotabek:
 













 Yang arah sebaliknya tidak aku muat karena terlalu banyak tetapi bisa diperkirakan, demikian juga yang dari Serpong atau Tangerang.

Trimakasih atas perhatianya semoga dapat menjadi wawasan tersendiri.