Lemah Kuning! Nama ini sengaja aku pilih, karena ini akan mengingatkan pada suatu masalah tersendiri, yang menjadi harus dicampakkan, dan dijauhkan dari kebenaran. Dan mungkin kebenaran itu hanya menjadi suatu impian belaka. Namun demikian marilah kita bermimpi, banyak orang mengatakan dengin bermimpi suatu saat akan menjadi kenyataan. Jauh sebelum saya menggunakan kata ini untuk memberi judul blog, hanya satu masalah yang muncul ketika dilakukan pencarian menggunakan google.

29.1.14

Damar Wulan

(LENTERA TANPA PENYANGGA)



Alkisah dahulu di ujung timur pulau Jawa ada sepasang pertapa Ki Lempidi dan istrinya di Alas Purwo. Mereka sudah lama menikah namun belum mempunyai anak. Tiba-tiba ada wisik bahwa di usia yang sudah senja itu dengan kesabaran dan selalu berdo’a ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang gagah dan tampan. Tabiatnya seperti Ki Lempidi, dan ilmu-ilmunya diturunkan pada anaknya itu. Anak laki-laki itu diberi nama Joko Marcuet.

Joko Marcuet dititipkan untuk diasuh kepada Ki Ajar Pamengger, akhirnya karena cerdas dan cepat menerima ilmu, Joko Marcuet diperintah untuk bertapa. Dalam pertapaannya, ia mendapatkan Wesi Kuning sebagai senjata yang sangat ampuh, yang kemudian diletakan di keningnya (ubun-ubun) ia juga mendapatkan wisik, bahwa meskipun ia sakti ia akan mati dari keturunannya sendiri apabila berbuat jahat. Joko Marcuet dinikahkan dengan Kelonosasi, yakni cucu Ki Ajar Pamengger yang terkenal sebagai sesepuh di wilayah Blambangan. Ki Ajar Pamengger terkenal karena pernah membantu Majapahit dalam mempertahankan serangan musuh dari luar.

Kelonosasi hamil 7 bulan, Joko Marcuet teringat saat ia bertapa dan mendapatkan wangsit bahwa kesaktiannya akan berakhir oleh anaknya sendiri. Dengan gusar hati ia ingin membunuh anak yang dikandung istrinya. Diperintahkan Angkat Buto dan Renggut Muko untuk membunuh Kelonosasi di hutan. Karena tidak tega untuk membunuh Kelonosasi yang tak berdosa, Angkat Buto dan Renggut Muko akhirnya mengembalikan Kelonosasi kepada Ki Pamengger tanpa pengetahuan Joko Marcuet.

Di hadapan Ki Pamengger mereka bercerita mengenai Kelonosasi yang akan dibunuh. Ki Pamengger pun marah, namun menjadi lunak setelah diingatkan oleh cantriknya, bahwa ini adalah ujian semata. Akhirnya Kelonosasi tinggal bersama Ki Pamengger. Renggut Muko dan Angkat Buto kembali menghadap Joko Marcuet dan menceritakan bahwa istrinya sudah dibunuh.

Kelonosasi melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan diberi nama Bambang Minak. Ketika menginjak bocah ia tumbuh menjadi anak cerdas. Atas didikan Ki Pamengger ia dilatih ilmu kanuragan. Karena suka mengembara di hutan, di laut dan juga di gunung, maka kemudian ia diganti nama menjadi Joko Umbaran.

Sementara itu Joko Marcuet dengan Wesi Kuning yang membuatnya sakti itu, tabiatnya bertambah menjadi beringas. Sebagai penguasa Blambangan ia tidak mau menghadap ke Majapahit, bahkan menganiaya dan menyiksa utusan Majapahit. Dengan kesaktiannya maka dari kepalanya akan mengeluarkan tanduk dan auman yang seperti kerbau liar, kemudian masyarakat menjulukinya sebagai Kebo Marcuet.

Melihat gelagat Kebo Marcuet yang membahayakan Majapahit, Ratu Kencono Wungu mengadakan sidang tentang sayembara. Hadir di persidangan Patih Logender, Minak Koncar, Ki Ronggo Wulung. Ratu Kencono Wungu menegaskan lagi bahwa siapapun yang bisa mengalahkan Kebo Marcuet, jika laki-laki akan dijadikan suami dan diberi tanah di wilayah ujung timur Jawa.

Pada saat Joko Umbaran berburu di hutan, ia mendengar bahwa ada sayembara di Majapahit, untuk menundukan Kebo Marcuet. Tanpa sepengetahuan ibu dan kakeknya ia pergi ke Majapahit. Pada saat persidangan, ia melamar sebagai peserta sayembara. Peserta sidang sangat meremehkannya karena masih belum menginjak remaja, pakaiannya terlihat dari desa tidak mungkin akan bisa mengalahakan Joko Marcuet. Joko Umbaran disiksa oleh pengawal Majapahit dan diusir untuk pulang, namun ia tetap bersikukuh bahkan hampir semua pengawal bisa dikalahkan. Minak Koncar dan Ki Ronggo Wulung memberi usulan ijin kepada Ratu Kencono Wungu agar Joko Umbaran diberi kesempatan untuk mengikuti sayembara ini, karena anak ini mempunyai keberanian dan keteguhan hati yang mantap.

Sembilan hari Kelonosasi da Ki Pamengger menunggu dengan hati cemas karena Joko Umbaran tidak pulang dari pengembaraannya. Saat mereka berdua merenung tiba-tiba muncul Joko Umbaran dan menyampaikan bahwa ia baru menghadapkan Ratu Kencono Wungu di Majapahit dan ia terima untuk mengikuti sayembara yang akan menumpas kejahatan Kebo Marcuet. Kelonosasi menangis mendengar cerita anaknya itu, ia tahu bahwa anaknya ynag masih bocah itu tidak akan mungkin bisa mengalahkan kesaktian Kebo Marcuet yang tak lain adalah ayahnya sendiri.

Usai berembug antara Ki Pamengger dan Kelonosasi, akhirnya mengijinkan Joko Umbaran untuk mengikuti sayembara itu. Ki Pamengger memberinya senjata keris luk limo dan berpesan agar keris ini jangan diberikan orang lain, karena keris ini yang akan membuat dirinya kuat. Usai dilangkahi tiga kali oleh ibunya maka Joko Umbaran pamit dan pergi menemui Kebo Marcuet. Sebelum berangkat Joko Umbaran meninggalkan tanaman bunga dan berpesan pada ibunya, bahwa jika tanaman bunga ini layu atau mati itu tandanya ia mati atau kalah dalam perang, tapi jika bunga itu tetap segar dan mekar maka dirinya akan menang dalam peperangan melawan Kebo Marcuet.

Dalam perjalanan Joko Umbaran bertemu seorang pencari penderes (pencari air nira). Karena kehausan dan melihat penderes yang bernama Dayun yang sopan itu, keris pemberian Ki Pamengger dititipkan kepadanya, hanya untuk ganti sekedar minum. Pertemanan dua orang ini begitu akrab, setelah mendengar niat Joko Umbaran melawan Kebo Marcuet yang sakti itu, Dayun merasa terpenjarat dan ingin menemani Joko Umbaran.

Joko Umbaran menghadap Kebo Marcuet dan mengatakan keinginannya untuk mengikuti sayembara. Kebo Marcuet sangat meremehkan Joko Umbaran yang masih kelihatan kekanak-kanakan itu mana mungkin bisa mengalahkannya. Peperangan terjadi, kegesitan Joko Umbaran belum mengimbangi keberingasan Kebo Marcuet. Dan akhirnya Joko Umbaran dibanting ke tanah terjatuh pingsan tidak berdaya dan ditinggalkan begitu saja di alun-alun. Kelonosasi memeluk tubuh Joko Umbaran yang lunglai di alun-alun. Ki Pamengger menghampiri Joko Umbaran yang pingsan, dengan kesaktiannya dia membangunkan Joko Umbaran membuatnya segar kembali.

Ki Pamengger tidak tega melihat cucunya jadi bulan-bulannan Kebo Marcuet dalam duel, akhirnya berpesan agar dalam berperang Joko Umbaran harus melompat ke punggung Kebo Marcuet untuk mencabut Wesi Kuning dari ubun-ubunnya dan menempeleng pipi kanan, karena di situlah kelemahannya. Mendengar nasehat kakeknya usai berpamitan pada ibunya, Joko Umbaran kembali menantang duel Kebo Marcuet.

Petunjuk kakeknya yang selama ini di anggap ayahnya itu diterapkan dalam berkelahi. Akhirnya Kebo Marcuet terjatuh lunglai akibat di tempeleng pipi kanannya setelah Wesi Kuning berhasil dicabut oleh Joko Umbaran dari ubun-ubunnya. Kebo Marcuet mengerang kesakitan dan merasa heran dengan bocah yang dihadapinya. Saat itu Ki Pamengger menghampirinya, dan mengingatkan kepada Kebo Marcuet bahwa kematiannya ada di tangan keturunannya sendiri. Pada waktu yang bersamaan Renggut Muko dan Angkat Buto juga bercerita pada kebo Marcuet, bahwa Kelonosasi yang saat itu sedang hamil tidak jadi dibunuh dan akhirnya melahirkan anak laki-laki ini. Kebo Marcuet menangis menyesali perbuatannya dan minta maaf kepada istrinya Kelonosasi, Ki Pamengger, Angkat Buto, Renggut Muko dan kepada anaknya yaitu Joko Umbaran. Untuk menebus kesalahanya ia siap mati dan raganya masuk kedalam diri Joko Umbaran. Joko Umbaran baru tahu sekarang bahwa Ki Pamengger yang selama ini dikira ayahnya ternyata kakeknya.

Kematian Kebo Marcuet dan kesaktian Joko Umbaran terdengar sampai kerajaan Majapahit dan seluruh pelosok negeri. Ratu Kencono Wungu mengutus Ki Ronggo Wulung untuk mendatangi Joko Umbaran. Joko Umbaran yang didampingi Ki Pamengger, Kelonosasi, Angkatan Buto, Renggut Muko dan Dayun menceritakan hal ikwal tentang peperangan itu. Atas perintah Ratu Kencono Wungu sebagai imbalan atas kesaktian, keberanian dan keberasilannya Joko Umbaran membunuh Kebo Marcuet, maka Joko Umbaran di angkat menjadi Adipati di Blambangan dengan nama baru Huru Bismo Minak Jinggo dengan didampingi Angkat Buto dan Renggut Muko sebagai Patih, serta Dayun sebagai penasehatnya.

Usai dinobatkan menjadi Adipati Blambangan, Minak Jinggo mengadakan pertemuan di Pasewagan Agung dengan para punggawa, tak lupa hadir sang ibu Kolonosasi, Ki Pamengger , Renggut Muko, Angkat Buto serta Dayun. Ki Pamengger berpesan kepada Minak Jinggo, tentang garis hidup bahwa kelak ia akan mati ditangan pemuda yang disebut sebagai Lentera Tanpa Penyangga, dengan menggunakan Wesi Kuning karena satu-satunya pemuda itulah yang bisa mengangkatnya. Wesi Kuning akan berubah menjadi gada sebagai senjata yang sangat mematikan. Ki Pamengger menambahakan, kesaktian Minak Jinggo hendaklah dipergunakan untuk menjaga Blambangan dari ancaman musuh serta harus digunakan untuk menolong orang dan melindungi demi kemakmuran rakyatnya.

Minak Jinggo yang tampan, gagah berani itu dalam memerintah Blambangan begitu bijaksana, arif, penolong, cerdas, serta sangat memihak kepada rakyat hingga ia begitu dekat dan dicintai rakyatnya. Tanah Blambangan menjadi subur, rakyat makmur, tenteram dan aman. Hutan, pantai, persawahan yang hijau royo-royo menjadi andalan penyangga ekonomi rakyat. Ratu Kencono Wungu menjuluki Blambangan sebagai lumbung pangan kerajaan Majapahit.


Sementara itu di Bali, keadaan rakyat begitu menderita. Sering terjadi perampokan, pembunuhan yang dilakukan oleh perampok laut disekitar pulau Bali yang dipimpin Doraraja. Raja Klungkung I Gusti Agung merasa kewalahan menghadapi ancaman ini, ia memerintahkan pengawalnya untuk minta tolong Minak Jinggo yang sakti namun penolong itu untuk menumpas pengacau ini. Raja Klungkung tahu jika Minak Jinggo masih lajang, maka ia dijanjikan bahwa jika Minak Jinggo bisa mengalahkan Doraraja, dua putri raja Ida Ayu Waito dan Ida Ayu Puyengan akan diserahkan sebagai istrinya, serta separuh dari kerajaan akan diberikan Minak Jinggo sebagai hadiahnya.

Minak Jinggo terpanggil hatinya untuk menolong Raja Klungkung. Dengan trumpahnya ia bisa berjalan di atas air laut. Dengan Gada Wesi Kuning di tangannya Minak Jinggo dengan gagah berani mulai membasmi bajak laut menumpas habis para pengacau pengikut Doraraja, dari laut hingga pesisir pantai. Doraraja yang hampir saja menguasai istana Raja Klungkung akhirnya mati dalam duel melawan Minak Jinggo.

Sorak-sorai gembira bersuka-cita rakyat Klungkung mengelu-elukan kehebatan Minak Jinggo yang berhasil membunuh Doraraja yang biadab itu. Sehari kemudian di istana Raja sebagai bukti janjinya, I Gusti Agung menikahkan Minak Jinggo dengan ke-dua putrinya yaitu Waito dan Punyengan. Sang Raja berpesan kepada Minak Jinggo bahwa kesetiaan dan pengabdian kedua istrinya itu akan menambah kesaktian Minak Jinggo, tetapi jika ia menyia-nyiakan meraka, maka kesaktiannya akan hilang. Minak Jinggo menyetujui, tapi menolak untuk menerima hadiah separuh wilayah kerajaan Klungkung yang telah dijanjinkan itu. Minak Jinggo mengajukan permintaan kepada raja Klungkung yang sudah menjadi mertuanya itu agar antara Kerajaan Klungkung, Belambangan, dan Kerajaan Majapahit menjadi saudara rukun, saling membantu dan tidak ada peperangan.

Minak Jinggo memboyong Ida Ayu Waito dan Ida Ayu Puyengan ke Blambangan. Meraka hidup dengan kasih sayang, rukun dan saling mencintai. Minak Jinggo didampingi istri-istrinya yang setia itu mengadakan tilik-dusun mengajari bagaimana berternak dan bertani yang baik kepada rakyat Blambangan. Rakyat mengelu-elukan dan menyambut dengan hangat dan selalu berharap untuk bertemu dan berdialog dengan mereka. Ini adalah kunci mengapa Minak Jinggo berhasil memimpin rakyatnya dan membawa Blambangan yang damai, tentram serta makmur.

Minak Jinggo yang bijaksana itu, sebagai rasa hormat dan pengabdian kepada Majapahit, maka dari hasil panen yang melimpah, pajak dan upeti Blambangan selalu dikirim ke Majapahit tepat waktu bahkan dilebihkan dari ketentuan yang ditetapkan. Namun semua itu tidak sampai kepada Ratu Kencono Wungu, melainkan dipakai sendiri oleh Patih Logender dan dibuat pesta-pora oleh kedua putra kembarnya Layang Seto dan Kumitir, Anjasmoro putrinya hanya diberi sisanya.

Keberhasilan Minak Jinggo memimpin Blambangan dan mampu merampas perompak Doraja di Klungkung Bali, terdengar di Kerajaan Majapahit. Patih Logender mulai timbul rasa iri dan dengkinya. Ia mulai membuat isu dan menghasut Ratu Kkencono Wungu di depan Ki Ronggo Wulung, Minak Koncar dan para punggowo. Logender mengatakan bahwa Minak Jinggo dengan kesaktianya itu, menjadi sombong dan tidak pernah menyerahkan upeti ke Majapahit, bahkan ia akan merebut tahta kerajaan dan menagih janji akan memperistri Ratu Kencono Wungu. Ronggo Wulung menjadi murka mendengar cerita Logender, ia pamit kepada Ratu Kencono Wungu untuk menghajar Minak Jinggo atas tabiatnya itu.

Begitu tiba di istana Kadipaten Blambangan, tanpa basa-basi Ronggo Wulung langsung menghajar Minak Jinggo, marah dan memaki-maki. Minak Jinggo tidak melawan, akhirnya ia bertanya pada Ronggo Wulung apa yang sebanarnya terjadi. Ronggo Wulung mengatakan bahwa atas laporan Patih Logender, Minak Jinggo itu sombong, tidak menyerahkan upeti dan akan melawan Majapahit serta menagih janji akan memperistri Ratu Kencono Wungu. Dengan sigapnya para pengawal utusan Blambangan yang selalu mengantarkan upeti ke Majapahit melaporkan kepada Ronggo Wulung bahwa Blambangan selalu memberi upeti dan bahkan berlebihan, tetapi sebelum ke Ratu Kencono Wungu selalu dihadang oleh Patih Logender, katanya dia sendiri yang akan menyerahkan ke gusti Ratu Kencono Wungu.

Mendengar cerita itu Ki Ronggo Wulung menjadi malu dan murka. Kemudian ia menghunus keris, matanya melotot dan mukanya merah. Ia termakan oleh hasutan cerita bohong Patih Logender. Ia melihat sendiri, begitu bijaksana, penyabar dan dicintai rakyatnya Minak Jinggo ini, tidak seperti yang diceritakan Logender. Dikira murka kepada Minak Jinggo, para punggawa langsung berdiri mengikuti gerak Minak Jinggo yang juga berdiri di hadapan pamanya itu. Ki Ronggo Wulung berdiri tegak dengan keris di tanganya, tidak bersuara, ia akan marah kepada siapa, membunuh siapa atau bunuh dirikah untuk menebus kesalahan dan perilakunya yang tak pantas di depan Minak Jinggo dan rakyatnya. Semua orang terkejut, ternyata Ki Ronggo Wulung mati berdiri. Minak Jinggo mengutus para punggawa untuk menyerahkan jasadnya ke Ratu Kencono Wungu di Majapahit.

Jasad Ki Ronggo Wulung tidak ada luka sedikitpun, gundah hati Ratu Kencono Wungu mendengar hasutan Patih Logender bahwa sesudah membunuh Ki Ronggo Wulung, Minak Jinggo akan membunuh yang lain. Ratu Kencono Wungu dalam kesendirianya, sering melamun. Di dalam do’a dan mimpi ia diberi petunjuk oleh Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa Minak Jinggo kelak akan mati di tangan pemuda yang disebut sebagai Lentera tanpa penyangga. Pemuda inilah yang akan menduduki tahta Majapahit. Di hadapan Minak Koncar dan Patih Logender mimpi tadi disampaikannya. Ratu Kencono Wungu berjanji, jika kelak pemuda ini berhasil membunuh Minak Jingo, maka ia akan dijadikan suaminya dan menduduki tahta sebagai raja Majapahit. Patih Logender diperintahkan untuk mencari pemuda yang dimaksud. Pucuk dicinta ulam pun tiba, pikir Patih Logender. Akal busuknya mulai mengangankan bahwa anak-anaknyalah yang akan bisa mengalahkan Minak Jingo dan menduduki tahta Majapahit.




Pada cerita yang lain, pada suatu ketika di tengah desa yang sunyi, di Padepokan Palu Ombo, seorang pemuda tampan bernama Damar Wulan sedang dilatih ilmu kanuragan oleh gurunya yang juga ayahnya sendiri: Ki Ageng Tunggul Manik. Ia pernah menjadi pelatih kanoragan dan siasat perang di kerajaan Majapahit. Dengan cepat, makin hari keterampilan dan kegesitan Damar Wulan beserta ilmu dari ayahnya ditrapkan. Ki Ageng Tunggul Manik memerintahkan anaknya agar ngenger untuk menjadi punggawa dan tentara di Majapahit dan melaksanakan dengan sabar apapun perintah majikannya. Damar Wulan pun menyetujuinya.

Sebelum masuk pintu regol Majapahit, Damar Wulan dihadang oleh Patih Logender, Layang Seto dan Kumitir. Akal busuk Patih Logender muncul. Dia menuruti permintaan kedua anaknya agar Damar Wulan menjadi tukang rumput, membersihkan kandanmg dan merawat kuda mereka. Perlaku Layang Seto dan Kumitir begitu tidak manusiawi terhadap Damar Wulan. Ia ditendang, dianiaya dan diberi makan dari sia-sia mereka. Damar Wulan begitu sabar menjalaninya, ia selalu teringat pesan-pesan ayahnya. Putri Patih Logender yang bernama Anjasmoro merasa iba melihat Damar Wulan. Ia dengan tanpa sepengetahuan kakak-kakaknya dengan sembuni-sembunyi mengirim makanan dan menolong Damar Wulan. Melihat ketampanan dan kesabaran Damar Wulan, Anjasmoro jatuh cinta dan ingin menjadikan Damar Wulan sebagai suaminya, ternyata cintanya itu bertepuk sebelah tangan. Damar Wulan tidak tergerak sedikitpun mendengar pengakuan Anjasmoro.

Pada suatu saat ketika Anjasmoro mengirim makanan untuk Damar Wulan, ketahuan oleh kakak-kakaknya. Kakak-kakaknya marah dan menghajarnya juga Damar Wulan. Namun demikian Anjasmoro tidak juga kapok, keesokan harinya Patih Logender, Layang Seto dan Kumitir memergokinya membawa makanan lagi untuk Damar Wulan. Tidak pikir panjang lagi, mereka berdua dihajar kembali. Atas bujukan kedua putranya itu Patih Logender memenjarakan Anjasmoro dan Damar Wulan. Damar Wulan merasa iba hati melihat Anjasmoro yang mengalami nasib seperti itu dari akibat menolongnya dan kesetiaanya. Akhirnya Damar Wulan pun menerima Anjasmoro sebagai istrinya dengan hidup sengsara di dalam penjara.

Patih Logender memutar otak agar tidak dipecat oleh Ratu Kencono Wungu jika ia tak bisa mendapatkan pemuda yang diharapkan. Ia akan menyerahkan Damar Wulan ke Sang Ratu, dan ia berfikir bahwa pemuda dari desa ini akan mati di tangan Minak Jinggo. Maka diajaklah Damar Wulan ke istana Ratu Kencono Wungu.

Di hadapkan Ratu yang didampingi Minak Koncar dan punggawa lainnya, kemudian Damar Wulan diintrogasi. Pemuda dari desa itu menjawab bahwa ia bernama Damar Wulan berasal dari Padepokan Palu Ombo, putra dari Ki Ageng Tunggul Manik. Ratu Kencono Wungu terkejut mendengar pengakuan Damar Wulan bahwa ia adalah pemuda yang muncul dalam mimpinya “Lentera tanpa Penyangga“. Ratu Kencono Wungu mengatakan kepada Minak Koncar dan Patih Logender, tentang pemuda itu. Minak Koncar pun menyarankan agar Damar Wulan diterima sebagai punggawa kerajaan, karena ia putra Ki Ageng Tunggul Manik yang pernah berjasa pada Majapahit. Bak di sambar petir Patih Logender tidak tahu jika Damar Wulan adalah pemuda yang dicari Sang Ratu Kencono Wungu. Tetapi ia hanya khawatir jika Damar Wulan melaporkan kepada Ratu Kencono Wungu bahwa ia dianiaya dan dipenjara oleh Layang Seto dan Kumitir atas ijin dari Patih Logender. Akhirnya Ratu Kencono Wungu mengutus Damar Wulan untuk membunuh Minak Jinggo, adipati Blambangan.

Sebelum menyanggupi perintah sang Ratu, Damar Wulan ingin tahu mengapa harus membunuh Minak Jinggo. Logender tanpa minta ijin Ratu Kencono Wungu memulai dengan cerita bohongnya tantang Minak Jinggo. Sama seperti yang diceritakannya kepada Ronggolawe, Minak Jinggo itu sakti, dengan kesaktiannya ia menjadi sombong, suka membunuh orang, tidak disukai rakyatnya, pemerintahannya kacau, tidak pernah memberi upeti ke Majapahit, bahkan ingin merebut tahta kerajaan dan memaksa Ratu Kencono Wungu menjadi istrinya. Bagaikan dibakar api, mendengar cerita Patih Logender darahnya seakan mendidih. Terdorong untuk menegakkan keadilan dan membasmi angkara murka maka ia siap menyerbu Minak Jinggo.

Otak busuk Patih Logender mulai mencari cara mengelabuhi Minak Jinggo dan Damar Wulan. Patih Logender datang terlebih dahulu ke Blambangan, sementara Layang Seto dan Kumitir diminta menunggu di bukit Mrawan, untuk mencegat Damar Wulan dan merampas mahkota Minak Jinggo jika Damar Wulan menang. Patih Logender langsung masuk ke keputren Blambangan menemui Waito dan Puyengan. Kemudian dia mengatakan kepada Waito dan Puyengan bahwa Minak Jinggo akan menceraikannya. Kaget dan hampir tidak percaya jika suaminya yang baik itu tiba-tiba akan mencerainya. Dan tanpa sepengetahuan Waito dan Puyengan, Patih Logender meletakan keris Damar Wulan di bawah tempat istirahat mereka. Kemudian Patih Logender pamit dan menemui Minak Jinggo.

Meskipun sudah memfitnah Ronggolawe dan menyebarkan isu serta mencemarkan nama baiknya, namun Minak Jinggo dengan kesabarannya tetap menerima Patih Logender sebagai punggawa agung Majapahit. Patih Logender mengarang cerita bohong lagi kepada Minak Jinggo bahwa ia menemukan Waito dan Puyengan bermain serong dengan seorang pemuda bernama Damar Wulan. Sebagai bukti ada keris Damar Wulan yang tertinggal di sana. Tanpa berfikir panjang Minak Jinggo meloncat dengan kemarahannya ia menemuia Waito serta Puyengan, melihat ada keris Damar Wulan di bawah peristirahatan istrinya maka semakin menjadi-jadi kemarahannya. Dihajarlah kedua istrinya itu. Dayun berusaha menyadarkan Minak Jinggo meskipun terkena tendangannya. Penjelasan kedua istrinya tidak didengar lagi, dan dengan menghunus keris dia akan membunuh kedua istrinya itu. Akhirnya Waito dan Puyengan lari meninggalkan keputren Blambangan. Dayun menenangkan amukan Minak Jinggo. Patih Logender tersenyum melihat tipu dayanya berhasil dan berkelit meninggalkan Minak Jinggo, dengan sembunyi-sembunyi.

Setelah pamit pada sang Ratu dan Ki Ageng Tunggul Manik, Damar Wulan ditemani Sabdo Palon dan Noyo Genggong menuju ke tempat Minak Jinggo di Blambangan.. Dalam perjalanannya sebelum menghadap Minak Jinggo, Damar Wulan bertanya pada masyarakat Blambangan tentang tabiat dan pemerintahan Minak Jinggo. Ternyata dari jawaban mereka yang jujur adalah merupakan kebalikan dari yang diceritakan Patih Logender, karena memang benar adanya. Blambangan adalah sebagai lumbung pangan Majapahit, tanahnya subur rakyatnya makmur. Minak Jinggo sangat arif, bijaksana, suka menolong, sangat dekat dengan rakyat dan patuh pada Ratu Kencono Wungu. Terbukti tidak pernah telat dalam mengirimkan upeti. Damar Wulan terkejut mendengar dan melihat dengan mata kepalanya sendiri begitu tentram, subur, makmur.

Sebagai kesatria, demi menjalankan tugas dan pengabdian pada negara, apapun yang terjadi Damar Wulan tetap menemui Minak Jinggo. Mendengar niat kedatangan Damar Wulan yang diutus Ratu Kencono Wungu, Minak Jinggo bangkit untuk mempertahankan harga dirinya. Duel maut di alun-alun terjadi, pertarungan antar kesatria yang seru dan mendebarkan. Pukulan dan kesaktian Minak Jinggo membuat Damar Wulan pingsan lemas tak berdaya tergeletak di tanah. Minak Jinggo meninggalkannya begitu saja. Noyo Genggong dan Sabdo Palon serta Ki Ageng Tunggul Manik menghampiri tubuh Damar Wulan dan menjadikannya segar kembali. Pesan Tunggul Manik kepada anaknya, agar ia mengambil Gada Wesi Kuning, karena satu-satunya orang selain Minak Jinggo akan mati dengan senjata itu dan Kesaktiannya berkurang karena ia lupa telah menganiaya Waito dan Puyengan.

Seperti orang linglung Minak Jinggo ditinggalkan Waito dan Puyengan. Pada saat Minak Jinggo tertidur, Damar Wulan berhasil mengambil senjata Gada Wesi Kuning. Ketika Minak Jinggo dibangunkan Dayun dari tidurnya tiba-tiba muncul Damar Wulan persis berada di depannya dengan Gada Wesi Kuning di tangannya. Murkalah dia kemudian  menghajar Dmar Wulan dengan sekuat tenaganya dikerahkan. Peperangan duelpun terjadi. Damar Wulan memukulkan Gada Wesi Kuning ke tubuh Minak Jinggo. Amukan Minak Jinggo tidak sehebat sebelumnya, ia terjatuh dan menyadari ajalnya akan tiba. Gemetar tubuh Minak Jinggo, ia terkejut dan terperangah heran ada orang selain dirinya yang mampu mengangkat Gada Wesi Kuning. Ia jadi teringat pesan kakeknya Ki Pamenggar bahwa ia akan mati di tangan pemuda yang diibaratkan Lentera Tanpa Penyangga yaitu Damar Wulan, dan juga ingat pesan mertuanya I Gusti Agung bahwa kesaktianya akan hilang jika menyia-nyiakan dan menganiaya Waito dan Puyengan.

Sebagai kesatria Minak Jinggo menyadari akan garis hidupnya, ia berteriak memanggil Waito dan Puyengan serta punggawa lainya. Di depan Waito dan Puyengan Minak Jinggo minta maaf. Renggut Muko, Angkat Buto dan Dayun menyaksikan permintaannya yang terakhir. Minak Jinggo minta agar Damar Wulan memukulkan Gada Wesi Kuning di pipi kanannya dan berpesan agar Damar Wulan melindungi Waito dan Puyengan. Kemudian menyimpan mahkotanya, karena ia akan muksa serta minta agar hubungan antara Blambangan dan Majapahit tetap akrab dan damai. Dengan rasa berat hati dan terharu Damar Wulan memukulkan Gada Wesi Kuning ke pipi kanan Minak Jinggo. Minak Jinggo mati dengan tersenyum, segera mahkotanya diambil oleh Damar Wulan dan dalam sekejap jasad Minak Jinggo hilang musnah.

Rakyat Blambangan berduka-cita yang mendalam kehilangan pemimpinnya yang gagah berani, arif dan bijaksana itu. Angkat Buto, Renggut Muko dan Dayun masih setia tatap berada di istana Kadipaten walaupun Minak Jinggo telah tiada. Waito dan Puyengan diajak ke Majapahit menhadap Ratu Kencono Wungu. Damar Wulan juga membawa mahkota Minak Jinggo diikuti Sabdo Palon dan Noyo Genggong. Pada saat perjalanan meraka melintasi bukirt Mrawan, mereka dihadang oleh Patih Logender dan kedua anaknya Layang Seto dan Kumitir. Mereka bertiga merampas mahkota Minak Jinggo dan akan menghadapkan Waito dan Puyengan kepada Ratu Kencono Wungu  sebagai bukti bahwa Minak Jinggo telah mati dan kalah oleh Layang Seto dan Kumitir. Hal ini adalah cara licik Patih Logender. Damar Wulan, Sabdo Palon dan Noyo Genggong terjatuh ke jurang dan berpura-pura mati. Layang Seto dan Kumitir berteriak melihat Damar Wulan tergelantung di jurang, tempat ini hingga sekarang disebut Kumitir.

Dengan pongahya Patih Longender, Layang Seto dan Kumitir membawa mahkota Minak Jinggo dan menyeret Waito serta Puyengan ke hadapan Ratu Kencono Wungu. Patih Logender berbohong dengan liciknya bercerita kepada Ratu Kencono Wungu bahwa Layang Seto dan Kumitir berhasil membunuh Minak Jinggo. Dan yang berhak menikahi Ratu Kenconop Wungu dan menduduki tahta Majapahit adalah kedua anaknya itu yang berpakaian rapi layaknya temanten dan siap dinikahkan dan dinobatkan sebagai Raja. Ratu Kencono Wungu didampingi Minak Koncar dan punggawa lainya terdiam sejenak. Ratu Kencono Wungu siap dan ia akan menepati janjinya.

Pada saat yang bersamaan tiba-tiba muncul Damar Wulan, Sabdo Palon dan Noyo Genggong menghadap Ratu Kencono Wungu. Terbelalak mata Patih Logender, Layang Seto dan Kumitir melihat kemunculan yang tiba-tiba tiga orang yang dikira sudah mati di jurang bukit Mrawan itu. Suasana jadi kacau, Patih Logender dan kedua anaknya menendang dan mengusir Damar Wulan serta kedua abdinya untuk keluar istana. Atas ijin Ratu Kencono Wungu, Minak Koncar menanyakan kedua belah pihak apa yang sebenarnya terjadi. Dengan berani dan lantang Waito dan Puyengan menceritakan yang sebenarnya. Damar Wulan berhasil membunuh Minak Jinggo. Patih Logender, Layang Seto dan Kumitir merampas mahkota Minak Jinggo di bukit Mrawan. Geram hati Patih Logender dan kedua anaknya mendengar kesaksian Waito dan Puyengan, mereka bertiga berteriak-teriak menyangkalnya.

Untuk membuktikan siapa yang benar, Ratu Kencono Wungu membuat sayembara adu perang dalam lingkaran janur kuning. Siapa yang keluar dari lingkaran, baik itu Damar Wulan atau Layang Seto dan Kumitir berarti yang kalah dan berbohong. Dia harus dihukum serta diarak agar masyarakat tahu siapa-siapa orang pengecut dan pecundang. Gemetar dan pucat pasi muka Patih Logender, Layang Seto dan Kumitir mendengar hukuman yang akan diterima jika mereka kalah.


Disaksikan Minak Koncar para punggawa dan masyarakat di alun-alun terbuka yang di tengahnya terdapat lingkaran janur kuning, maka pertarungan dilaksanakan. Damar Wulan melawan dua orang, Layang Seto dan Kumitir dipegang Damar Wulan dan dibenturkanlah kepala mereka. Tubuh mereka terlempar keluar lingkaran janur kuning. Riuh sorak-sorai masyarakat yang menyaksikan pertarungan itu. Damar Wulan  membuktikan bahwa dialah yang berhasil membunuh Minak Jinggo. Ratu Kencono Wungu menepati janjinya. Damar Wulan diangkat menjadi Raja. Anjasmoro, Waito dan Puyengan hidup rukun di istana Kerajaan Majapahit.