(LENTERA TANPA PENYANGGA)
Alkisah dahulu di ujung timur pulau Jawa ada sepasang
pertapa Ki Lempidi dan istrinya di Alas Purwo. Mereka sudah lama menikah namun
belum mempunyai anak. Tiba-tiba ada wisik bahwa di usia yang sudah senja itu
dengan kesabaran dan selalu berdo’a ia akan mengandung dan melahirkan seorang
anak laki-laki yang gagah dan tampan. Tabiatnya seperti Ki Lempidi, dan ilmu-ilmunya
diturunkan pada anaknya itu. Anak laki-laki itu diberi nama Joko Marcuet.
Joko Marcuet dititipkan untuk diasuh kepada Ki Ajar Pamengger,
akhirnya karena cerdas dan cepat menerima ilmu, Joko Marcuet diperintah untuk
bertapa. Dalam pertapaannya, ia mendapatkan Wesi Kuning sebagai senjata yang
sangat ampuh, yang kemudian diletakan di keningnya (ubun-ubun) ia juga mendapatkan
wisik, bahwa meskipun ia sakti ia akan mati dari keturunannya sendiri apabila
berbuat jahat. Joko Marcuet dinikahkan dengan Kelonosasi, yakni cucu Ki Ajar
Pamengger yang terkenal sebagai sesepuh di wilayah Blambangan. Ki Ajar
Pamengger terkenal karena pernah membantu Majapahit dalam mempertahankan
serangan musuh dari luar.
Kelonosasi hamil 7 bulan, Joko Marcuet teringat saat ia
bertapa dan mendapatkan wangsit bahwa kesaktiannya akan berakhir oleh anaknya
sendiri. Dengan gusar hati ia ingin membunuh anak yang dikandung istrinya. Diperintahkan
Angkat Buto dan Renggut Muko untuk membunuh Kelonosasi di hutan. Karena tidak
tega untuk membunuh Kelonosasi yang tak berdosa, Angkat Buto dan Renggut Muko akhirnya
mengembalikan Kelonosasi kepada Ki Pamengger tanpa pengetahuan Joko Marcuet.
Di hadapan Ki Pamengger mereka bercerita mengenai Kelonosasi
yang akan dibunuh. Ki Pamengger pun marah, namun menjadi lunak setelah
diingatkan oleh cantriknya, bahwa ini adalah ujian semata. Akhirnya Kelonosasi
tinggal bersama Ki Pamengger. Renggut Muko dan Angkat Buto kembali menghadap
Joko Marcuet dan menceritakan bahwa istrinya sudah dibunuh.
Kelonosasi melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan diberi
nama Bambang Minak. Ketika menginjak bocah ia tumbuh menjadi anak cerdas. Atas
didikan Ki Pamengger ia dilatih ilmu kanuragan. Karena suka mengembara di hutan,
di laut dan juga di gunung, maka kemudian ia diganti nama menjadi Joko Umbaran.
Sementara itu Joko Marcuet dengan Wesi Kuning yang membuatnya
sakti itu, tabiatnya bertambah menjadi beringas. Sebagai penguasa Blambangan ia
tidak mau menghadap ke Majapahit, bahkan menganiaya dan menyiksa utusan
Majapahit. Dengan kesaktiannya maka dari kepalanya akan mengeluarkan tanduk dan
auman yang seperti kerbau liar, kemudian masyarakat menjulukinya sebagai Kebo
Marcuet.
Melihat gelagat Kebo Marcuet yang membahayakan Majapahit, Ratu
Kencono Wungu mengadakan sidang tentang sayembara. Hadir di persidangan Patih
Logender, Minak Koncar, Ki Ronggo Wulung. Ratu Kencono Wungu menegaskan lagi
bahwa siapapun yang bisa mengalahkan Kebo Marcuet, jika laki-laki akan
dijadikan suami dan diberi tanah di wilayah ujung timur Jawa.
Pada saat Joko Umbaran berburu di hutan, ia mendengar bahwa
ada sayembara di Majapahit, untuk menundukan Kebo Marcuet. Tanpa sepengetahuan ibu
dan kakeknya ia pergi ke Majapahit. Pada saat persidangan, ia melamar sebagai
peserta sayembara. Peserta sidang sangat meremehkannya karena masih belum
menginjak remaja, pakaiannya terlihat dari desa tidak mungkin akan bisa
mengalahakan Joko Marcuet. Joko Umbaran disiksa oleh pengawal Majapahit dan diusir
untuk pulang, namun ia tetap bersikukuh bahkan hampir semua pengawal bisa
dikalahkan. Minak Koncar dan Ki Ronggo Wulung memberi usulan ijin kepada Ratu
Kencono Wungu agar Joko Umbaran diberi kesempatan untuk mengikuti sayembara
ini, karena anak ini mempunyai keberanian dan keteguhan hati yang mantap.
Sembilan hari Kelonosasi da Ki Pamengger menunggu dengan
hati cemas karena Joko Umbaran tidak pulang dari pengembaraannya. Saat mereka
berdua merenung tiba-tiba muncul Joko Umbaran dan menyampaikan bahwa ia baru
menghadapkan Ratu Kencono Wungu di Majapahit dan ia terima untuk mengikuti
sayembara yang akan menumpas kejahatan Kebo Marcuet. Kelonosasi menangis
mendengar cerita anaknya itu, ia tahu bahwa anaknya ynag masih bocah itu tidak
akan mungkin bisa mengalahkan kesaktian Kebo Marcuet yang tak lain adalah
ayahnya sendiri.
Usai berembug antara Ki Pamengger dan Kelonosasi, akhirnya
mengijinkan Joko Umbaran untuk mengikuti sayembara itu. Ki Pamengger memberinya
senjata keris luk limo dan berpesan agar keris ini jangan diberikan
orang lain, karena keris ini yang akan membuat dirinya kuat. Usai dilangkahi
tiga kali oleh ibunya maka Joko Umbaran pamit dan pergi menemui Kebo Marcuet. Sebelum
berangkat Joko Umbaran meninggalkan tanaman bunga dan berpesan pada ibunya,
bahwa jika tanaman bunga ini layu atau mati itu tandanya ia mati atau kalah
dalam perang, tapi jika bunga itu tetap segar dan mekar maka dirinya akan
menang dalam peperangan melawan Kebo Marcuet.
Dalam perjalanan Joko Umbaran bertemu seorang pencari penderes
(pencari air nira). Karena kehausan dan melihat penderes yang bernama Dayun
yang sopan itu, keris pemberian Ki Pamengger dititipkan kepadanya, hanya untuk
ganti sekedar minum. Pertemanan dua orang ini begitu akrab, setelah mendengar
niat Joko Umbaran melawan Kebo Marcuet yang sakti itu, Dayun merasa terpenjarat
dan ingin menemani Joko Umbaran.
Joko Umbaran menghadap Kebo Marcuet dan mengatakan
keinginannya untuk mengikuti sayembara. Kebo Marcuet sangat meremehkan Joko
Umbaran yang masih kelihatan kekanak-kanakan itu mana mungkin bisa
mengalahkannya. Peperangan terjadi, kegesitan Joko Umbaran belum mengimbangi
keberingasan Kebo Marcuet. Dan akhirnya Joko Umbaran dibanting ke tanah
terjatuh pingsan tidak berdaya dan ditinggalkan begitu saja di alun-alun. Kelonosasi
memeluk tubuh Joko Umbaran yang lunglai di alun-alun. Ki Pamengger menghampiri
Joko Umbaran yang pingsan, dengan kesaktiannya dia membangunkan Joko Umbaran
membuatnya segar kembali.
Ki Pamengger tidak tega melihat cucunya jadi bulan-bulannan
Kebo Marcuet dalam duel, akhirnya berpesan agar dalam berperang Joko Umbaran harus
melompat ke punggung Kebo Marcuet untuk mencabut Wesi Kuning dari ubun-ubunnya
dan menempeleng pipi kanan, karena di situlah kelemahannya. Mendengar nasehat kakeknya
usai berpamitan pada ibunya, Joko Umbaran kembali menantang duel Kebo Marcuet.
Petunjuk kakeknya yang selama ini di anggap ayahnya itu
diterapkan dalam berkelahi. Akhirnya Kebo Marcuet terjatuh lunglai akibat di
tempeleng pipi kanannya setelah Wesi Kuning berhasil dicabut oleh Joko Umbaran
dari ubun-ubunnya. Kebo Marcuet mengerang kesakitan dan merasa heran dengan
bocah yang dihadapinya. Saat itu Ki Pamengger menghampirinya, dan mengingatkan kepada
Kebo Marcuet bahwa kematiannya ada di tangan keturunannya sendiri. Pada waktu
yang bersamaan Renggut Muko dan Angkat Buto juga bercerita pada kebo Marcuet,
bahwa Kelonosasi yang saat itu sedang hamil tidak jadi dibunuh dan akhirnya
melahirkan anak laki-laki ini. Kebo Marcuet menangis menyesali perbuatannya dan
minta maaf kepada istrinya Kelonosasi, Ki Pamengger, Angkat Buto, Renggut Muko
dan kepada anaknya yaitu Joko Umbaran. Untuk menebus kesalahanya ia siap mati
dan raganya masuk kedalam diri Joko Umbaran. Joko Umbaran baru tahu sekarang
bahwa Ki Pamengger yang selama ini dikira ayahnya ternyata kakeknya.
Kematian Kebo Marcuet dan kesaktian Joko Umbaran terdengar sampai
kerajaan Majapahit dan seluruh pelosok negeri. Ratu Kencono Wungu mengutus Ki
Ronggo Wulung untuk mendatangi Joko Umbaran. Joko Umbaran yang didampingi Ki
Pamengger, Kelonosasi, Angkatan Buto, Renggut Muko dan Dayun menceritakan hal ikwal
tentang peperangan itu. Atas perintah Ratu Kencono Wungu sebagai imbalan atas
kesaktian, keberanian dan keberasilannya Joko Umbaran membunuh Kebo Marcuet,
maka Joko Umbaran di angkat menjadi Adipati di Blambangan dengan nama baru Huru
Bismo Minak Jinggo dengan didampingi Angkat Buto dan Renggut Muko sebagai
Patih, serta Dayun sebagai penasehatnya.
Usai dinobatkan menjadi Adipati Blambangan, Minak Jinggo mengadakan
pertemuan di Pasewagan Agung dengan para punggawa, tak lupa hadir sang ibu
Kolonosasi, Ki Pamengger , Renggut Muko, Angkat Buto serta Dayun. Ki Pamengger
berpesan kepada Minak Jinggo, tentang garis hidup bahwa kelak ia akan mati ditangan
pemuda yang disebut sebagai Lentera Tanpa Penyangga, dengan menggunakan Wesi
Kuning karena satu-satunya pemuda itulah yang bisa mengangkatnya. Wesi Kuning
akan berubah menjadi gada sebagai senjata yang sangat mematikan. Ki Pamengger
menambahakan, kesaktian Minak Jinggo hendaklah dipergunakan untuk menjaga Blambangan
dari ancaman musuh serta harus digunakan untuk menolong orang dan melindungi
demi kemakmuran rakyatnya.
Minak Jinggo yang tampan, gagah berani itu dalam memerintah
Blambangan begitu bijaksana, arif, penolong, cerdas, serta sangat memihak
kepada rakyat hingga ia begitu dekat dan dicintai rakyatnya. Tanah Blambangan
menjadi subur, rakyat makmur, tenteram dan aman. Hutan, pantai, persawahan yang
hijau royo-royo menjadi andalan penyangga ekonomi rakyat. Ratu Kencono Wungu
menjuluki Blambangan sebagai lumbung pangan kerajaan Majapahit.
Sementara itu di Bali , keadaan rakyat
begitu menderita. Sering terjadi perampokan, pembunuhan yang dilakukan oleh
perampok laut disekitar pulau Bali yang dipimpin
Doraraja. Raja Klungkung I Gusti Agung merasa kewalahan menghadapi ancaman ini,
ia memerintahkan pengawalnya untuk minta tolong Minak Jinggo yang sakti namun
penolong itu untuk menumpas pengacau ini. Raja Klungkung tahu jika Minak Jinggo
masih lajang, maka ia dijanjikan bahwa jika Minak Jinggo bisa mengalahkan
Doraraja, dua putri raja Ida Ayu Waito dan Ida Ayu Puyengan akan diserahkan
sebagai istrinya, serta separuh dari kerajaan akan diberikan Minak Jinggo
sebagai hadiahnya.
Minak Jinggo terpanggil hatinya untuk menolong Raja
Klungkung. Dengan trumpahnya ia bisa berjalan di atas air laut. Dengan Gada
Wesi Kuning di tangannya Minak Jinggo dengan gagah berani mulai membasmi bajak
laut menumpas habis para pengacau pengikut Doraraja, dari laut hingga pesisir
pantai. Doraraja yang hampir saja menguasai istana Raja Klungkung akhirnya mati
dalam duel melawan Minak Jinggo.
Sorak-sorai gembira bersuka-cita rakyat Klungkung mengelu-elukan
kehebatan Minak Jinggo yang berhasil membunuh Doraraja yang biadab itu. Sehari
kemudian di istana Raja sebagai bukti janjinya, I Gusti Agung menikahkan Minak
Jinggo dengan ke-dua putrinya yaitu Waito dan Punyengan. Sang Raja berpesan
kepada Minak Jinggo bahwa kesetiaan dan pengabdian kedua istrinya itu akan
menambah kesaktian Minak Jinggo, tetapi jika ia menyia-nyiakan meraka, maka
kesaktiannya akan hilang. Minak Jinggo menyetujui, tapi menolak untuk menerima
hadiah separuh wilayah kerajaan Klungkung yang telah dijanjinkan itu. Minak
Jinggo mengajukan permintaan kepada raja Klungkung yang sudah menjadi mertuanya
itu agar antara Kerajaan Klungkung, Belambangan, dan Kerajaan Majapahit menjadi
saudara rukun, saling membantu dan tidak ada peperangan.
Minak Jinggo memboyong Ida Ayu Waito dan Ida Ayu Puyengan ke
Blambangan. Meraka hidup dengan kasih sayang, rukun dan saling mencintai. Minak
Jinggo didampingi istri-istrinya yang setia itu mengadakan tilik-dusun
mengajari bagaimana berternak dan bertani yang baik kepada rakyat Blambangan.
Rakyat mengelu-elukan dan menyambut dengan hangat dan selalu berharap untuk
bertemu dan berdialog dengan mereka. Ini adalah kunci mengapa Minak Jinggo
berhasil memimpin rakyatnya dan membawa Blambangan yang damai, tentram serta
makmur.
Minak Jinggo yang bijaksana itu, sebagai rasa hormat dan
pengabdian kepada Majapahit, maka dari hasil panen yang melimpah, pajak dan
upeti Blambangan selalu dikirim ke Majapahit tepat waktu bahkan dilebihkan dari
ketentuan yang ditetapkan. Namun semua itu tidak sampai kepada Ratu Kencono Wungu,
melainkan dipakai sendiri oleh Patih Logender dan dibuat pesta-pora oleh kedua
putra kembarnya Layang Seto dan Kumitir, Anjasmoro putrinya hanya diberi
sisanya.
Keberhasilan Minak Jinggo memimpin Blambangan dan mampu merampas
perompak Doraja di Klungkung Bali , terdengar di Kerajaan
Majapahit. Patih Logender mulai timbul rasa iri dan dengkinya. Ia mulai membuat
isu dan menghasut Ratu Kkencono Wungu di depan Ki Ronggo Wulung, Minak Koncar
dan para punggowo. Logender mengatakan bahwa Minak Jinggo dengan kesaktianya
itu, menjadi sombong dan tidak pernah menyerahkan upeti ke Majapahit, bahkan ia
akan merebut tahta kerajaan dan menagih janji akan memperistri Ratu Kencono Wungu.
Ronggo Wulung menjadi murka mendengar cerita Logender, ia pamit kepada Ratu Kencono
Wungu untuk menghajar Minak Jinggo atas tabiatnya itu.
Begitu tiba di istana Kadipaten Blambangan, tanpa basa-basi Ronggo
Wulung langsung menghajar Minak Jinggo, marah dan memaki-maki. Minak Jinggo
tidak melawan, akhirnya ia bertanya pada Ronggo Wulung apa yang sebanarnya terjadi.
Ronggo Wulung mengatakan bahwa atas laporan Patih Logender, Minak Jinggo itu
sombong, tidak menyerahkan upeti dan akan melawan Majapahit serta menagih janji
akan memperistri Ratu Kencono Wungu. Dengan sigapnya para pengawal utusan Blambangan
yang selalu mengantarkan upeti ke Majapahit melaporkan kepada Ronggo Wulung
bahwa Blambangan selalu memberi upeti dan bahkan berlebihan, tetapi sebelum ke Ratu
Kencono Wungu selalu dihadang oleh Patih Logender, katanya dia sendiri yang
akan menyerahkan ke gusti Ratu Kencono Wungu.
Mendengar cerita itu Ki Ronggo Wulung menjadi malu dan murka.
Kemudian ia menghunus keris, matanya melotot dan mukanya merah. Ia termakan oleh
hasutan cerita bohong Patih Logender. Ia melihat sendiri, begitu bijaksana,
penyabar dan dicintai rakyatnya Minak Jinggo ini, tidak seperti yang
diceritakan Logender. Dikira murka kepada Minak Jinggo, para punggawa langsung
berdiri mengikuti gerak Minak Jinggo yang juga berdiri di hadapan pamanya itu.
Ki Ronggo Wulung berdiri tegak dengan keris di tanganya, tidak bersuara, ia
akan marah kepada siapa, membunuh siapa atau bunuh dirikah untuk menebus
kesalahan dan perilakunya yang tak pantas di depan Minak Jinggo dan rakyatnya.
Semua orang terkejut, ternyata Ki Ronggo Wulung mati berdiri. Minak Jinggo
mengutus para punggawa untuk menyerahkan jasadnya ke Ratu Kencono Wungu di Majapahit.
Jasad Ki Ronggo Wulung tidak ada luka sedikitpun, gundah
hati Ratu Kencono Wungu mendengar hasutan Patih Logender bahwa sesudah membunuh
Ki Ronggo Wulung, Minak Jinggo akan membunuh yang lain. Ratu Kencono Wungu
dalam kesendirianya, sering melamun. Di dalam do’a dan mimpi ia diberi petunjuk
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa Minak Jinggo kelak akan mati di tangan pemuda
yang disebut sebagai Lentera tanpa penyangga. Pemuda inilah yang akan menduduki
tahta Majapahit. Di hadapan Minak Koncar dan Patih Logender mimpi tadi
disampaikannya. Ratu Kencono Wungu berjanji, jika kelak pemuda ini berhasil
membunuh Minak Jingo, maka ia akan dijadikan suaminya dan menduduki tahta
sebagai raja Majapahit. Patih Logender diperintahkan untuk mencari pemuda yang
dimaksud. Pucuk dicinta ulam pun tiba, pikir Patih Logender. Akal busuknya
mulai mengangankan bahwa anak-anaknyalah yang akan bisa mengalahkan Minak Jingo
dan menduduki tahta Majapahit.
Pada cerita yang lain, pada suatu ketika di tengah desa yang
sunyi, di Padepokan Palu Ombo, seorang pemuda tampan bernama Damar Wulan sedang
dilatih ilmu kanuragan oleh gurunya yang juga ayahnya sendiri: Ki Ageng Tunggul
Manik. Ia pernah menjadi pelatih kanoragan dan siasat perang di kerajaan Majapahit.
Dengan cepat, makin hari keterampilan dan kegesitan Damar Wulan beserta ilmu
dari ayahnya ditrapkan. Ki Ageng Tunggul Manik memerintahkan anaknya agar
ngenger untuk menjadi punggawa dan tentara di Majapahit dan melaksanakan dengan
sabar apapun perintah majikannya. Damar Wulan pun menyetujuinya.
Sebelum masuk pintu regol Majapahit, Damar Wulan dihadang
oleh Patih Logender, Layang Seto dan Kumitir. Akal busuk Patih Logender muncul.
Dia menuruti permintaan kedua anaknya agar Damar Wulan menjadi tukang rumput,
membersihkan kandanmg dan merawat kuda mereka. Perlaku Layang Seto dan Kumitir
begitu tidak manusiawi terhadap Damar Wulan. Ia ditendang, dianiaya dan diberi
makan dari sia-sia mereka. Damar Wulan begitu sabar menjalaninya, ia selalu
teringat pesan-pesan ayahnya. Putri Patih Logender yang bernama Anjasmoro merasa
iba melihat Damar Wulan. Ia dengan tanpa sepengetahuan kakak-kakaknya dengan sembuni-sembunyi
mengirim makanan dan menolong Damar Wulan. Melihat ketampanan dan kesabaran
Damar Wulan, Anjasmoro jatuh cinta dan ingin menjadikan Damar Wulan sebagai
suaminya, ternyata cintanya itu bertepuk sebelah tangan. Damar Wulan tidak
tergerak sedikitpun mendengar pengakuan Anjasmoro.
Pada suatu saat ketika Anjasmoro mengirim makanan untuk
Damar Wulan, ketahuan oleh kakak-kakaknya. Kakak-kakaknya marah dan menghajarnya
juga Damar Wulan. Namun demikian Anjasmoro tidak juga kapok, keesokan harinya
Patih Logender, Layang Seto dan Kumitir memergokinya membawa makanan lagi untuk
Damar Wulan. Tidak pikir panjang lagi, mereka berdua dihajar kembali. Atas
bujukan kedua putranya itu Patih Logender memenjarakan Anjasmoro dan Damar
Wulan. Damar Wulan merasa iba hati melihat Anjasmoro yang mengalami nasib seperti
itu dari akibat menolongnya dan kesetiaanya. Akhirnya Damar Wulan pun menerima
Anjasmoro sebagai istrinya dengan hidup sengsara di dalam penjara.
Patih Logender memutar otak agar tidak dipecat oleh Ratu
Kencono Wungu jika ia tak bisa mendapatkan pemuda yang diharapkan. Ia akan
menyerahkan Damar Wulan ke Sang Ratu, dan ia berfikir bahwa pemuda dari desa
ini akan mati di tangan Minak Jinggo. Maka diajaklah Damar Wulan ke istana Ratu
Kencono Wungu.
Di hadapkan Ratu yang didampingi Minak Koncar dan punggawa
lainnya, kemudian Damar Wulan diintrogasi. Pemuda dari desa itu menjawab bahwa
ia bernama Damar Wulan berasal dari Padepokan Palu Ombo, putra dari Ki Ageng Tunggul
Manik. Ratu Kencono Wungu terkejut mendengar pengakuan Damar Wulan bahwa ia
adalah pemuda yang muncul dalam mimpinya “Lentera tanpa Penyangga“. Ratu Kencono
Wungu mengatakan kepada Minak Koncar dan Patih Logender, tentang pemuda itu.
Minak Koncar pun menyarankan agar Damar Wulan diterima sebagai punggawa
kerajaan, karena ia putra Ki Ageng Tunggul Manik yang pernah berjasa pada
Majapahit. Bak di sambar petir Patih Logender tidak tahu jika Damar Wulan adalah
pemuda yang dicari Sang Ratu Kencono Wungu. Tetapi ia hanya khawatir jika Damar
Wulan melaporkan kepada Ratu Kencono Wungu bahwa ia dianiaya dan dipenjara oleh
Layang Seto dan Kumitir atas ijin dari Patih Logender. Akhirnya Ratu Kencono
Wungu mengutus Damar Wulan untuk membunuh Minak Jinggo, adipati Blambangan.
Sebelum menyanggupi perintah sang Ratu, Damar Wulan ingin
tahu mengapa harus membunuh Minak Jinggo. Logender tanpa minta ijin Ratu Kencono
Wungu memulai dengan cerita bohongnya tantang Minak Jinggo. Sama seperti yang diceritakannya
kepada Ronggolawe, Minak Jinggo itu sakti, dengan kesaktiannya ia menjadi
sombong, suka membunuh orang, tidak disukai rakyatnya, pemerintahannya kacau,
tidak pernah memberi upeti ke Majapahit, bahkan ingin merebut tahta kerajaan
dan memaksa Ratu Kencono Wungu menjadi istrinya. Bagaikan dibakar api, mendengar
cerita Patih Logender darahnya seakan mendidih. Terdorong untuk menegakkan
keadilan dan membasmi angkara murka maka ia siap menyerbu Minak Jinggo.
Otak busuk Patih Logender mulai mencari cara mengelabuhi
Minak Jinggo dan Damar Wulan. Patih Logender datang terlebih dahulu ke Blambangan,
sementara Layang Seto dan Kumitir diminta menunggu di bukit Mrawan, untuk
mencegat Damar Wulan dan merampas mahkota Minak Jinggo jika Damar Wulan menang.
Patih Logender langsung masuk ke keputren Blambangan menemui Waito dan
Puyengan. Kemudian dia mengatakan kepada Waito dan Puyengan bahwa Minak Jinggo
akan menceraikannya. Kaget dan hampir tidak percaya jika suaminya yang baik itu
tiba-tiba akan mencerainya. Dan tanpa sepengetahuan Waito dan Puyengan, Patih Logender
meletakan keris Damar Wulan di bawah tempat istirahat mereka. Kemudian Patih Logender
pamit dan menemui Minak Jinggo.
Meskipun sudah memfitnah Ronggolawe dan menyebarkan isu
serta mencemarkan nama baiknya, namun Minak Jinggo dengan kesabarannya tetap
menerima Patih Logender sebagai punggawa agung Majapahit. Patih Logender
mengarang cerita bohong lagi kepada Minak Jinggo bahwa ia menemukan Waito dan
Puyengan bermain serong dengan seorang pemuda bernama Damar Wulan. Sebagai
bukti ada keris Damar Wulan yang tertinggal di sana .
Tanpa berfikir panjang Minak Jinggo meloncat dengan kemarahannya ia menemuia
Waito serta Puyengan, melihat ada keris Damar Wulan di bawah peristirahatan
istrinya maka semakin menjadi-jadi kemarahannya. Dihajarlah kedua istrinya itu.
Dayun berusaha menyadarkan Minak Jinggo meskipun terkena tendangannya. Penjelasan
kedua istrinya tidak didengar lagi, dan dengan menghunus keris dia akan
membunuh kedua istrinya itu. Akhirnya Waito dan Puyengan lari meninggalkan keputren
Blambangan. Dayun menenangkan amukan Minak Jinggo. Patih Logender tersenyum
melihat tipu dayanya berhasil dan berkelit meninggalkan Minak Jinggo, dengan
sembunyi-sembunyi.
Setelah pamit pada sang Ratu dan Ki Ageng Tunggul Manik, Damar
Wulan ditemani Sabdo Palon dan Noyo Genggong menuju ke tempat Minak Jinggo di
Blambangan.. Dalam perjalanannya sebelum menghadap Minak Jinggo, Damar Wulan
bertanya pada masyarakat Blambangan tentang tabiat dan pemerintahan Minak
Jinggo. Ternyata dari jawaban mereka yang jujur adalah merupakan kebalikan dari
yang diceritakan Patih Logender, karena memang benar adanya. Blambangan adalah sebagai
lumbung pangan Majapahit, tanahnya subur rakyatnya makmur. Minak Jinggo sangat
arif, bijaksana, suka menolong, sangat dekat dengan rakyat dan patuh pada Ratu
Kencono Wungu. Terbukti tidak pernah telat dalam mengirimkan upeti. Damar Wulan
terkejut mendengar dan melihat dengan mata kepalanya sendiri begitu tentram, subur,
makmur.
Sebagai kesatria, demi menjalankan tugas dan pengabdian pada
negara, apapun yang terjadi Damar Wulan tetap menemui Minak Jinggo. Mendengar
niat kedatangan Damar Wulan yang diutus Ratu Kencono Wungu, Minak Jinggo bangkit
untuk mempertahankan harga dirinya. Duel maut di alun-alun terjadi, pertarungan
antar kesatria yang seru dan mendebarkan. Pukulan dan kesaktian Minak Jinggo
membuat Damar Wulan pingsan lemas tak berdaya tergeletak di tanah. Minak Jinggo
meninggalkannya begitu saja. Noyo Genggong dan Sabdo Palon serta Ki Ageng
Tunggul Manik menghampiri tubuh Damar Wulan dan menjadikannya segar kembali.
Pesan Tunggul Manik kepada anaknya, agar ia mengambil Gada Wesi Kuning, karena
satu-satunya orang selain Minak Jinggo akan mati dengan senjata itu dan
Kesaktiannya berkurang karena ia lupa telah menganiaya Waito dan Puyengan.
Seperti orang linglung Minak Jinggo ditinggalkan Waito dan Puyengan.
Pada saat Minak Jinggo tertidur, Damar Wulan berhasil mengambil senjata Gada
Wesi Kuning. Ketika Minak Jinggo dibangunkan Dayun dari tidurnya tiba-tiba
muncul Damar Wulan persis berada di depannya dengan Gada Wesi Kuning di
tangannya. Murkalah dia kemudian
menghajar Dmar Wulan dengan sekuat tenaganya dikerahkan. Peperangan duelpun
terjadi. Damar Wulan memukulkan Gada Wesi Kuning ke tubuh Minak Jinggo. Amukan
Minak Jinggo tidak sehebat sebelumnya, ia terjatuh dan menyadari ajalnya akan
tiba. Gemetar tubuh Minak Jinggo , ia
terkejut dan terperangah heran ada orang selain dirinya yang mampu mengangkat
Gada Wesi Kuning. Ia jadi teringat pesan kakeknya Ki Pamenggar bahwa ia akan
mati di tangan pemuda yang diibaratkan Lentera Tanpa Penyangga yaitu Damar Wulan,
dan juga ingat pesan mertuanya I Gusti Agung bahwa kesaktianya akan hilang jika
menyia-nyiakan dan menganiaya Waito dan Puyengan.
Sebagai kesatria Minak Jinggo menyadari akan garis hidupnya,
ia berteriak memanggil Waito dan Puyengan serta punggawa lainya. Di depan Waito
dan Puyengan Minak Jinggo minta maaf. Renggut Muko, Angkat Buto dan Dayun
menyaksikan permintaannya yang terakhir. Minak Jinggo minta agar Damar Wulan
memukulkan Gada Wesi Kuning di pipi kanannya dan berpesan agar Damar Wulan
melindungi Waito dan Puyengan. Kemudian menyimpan mahkotanya, karena ia akan
muksa serta minta agar hubungan antara Blambangan dan Majapahit tetap akrab dan
damai. Dengan rasa berat hati dan terharu Damar Wulan memukulkan Gada Wesi Kuning
ke pipi kanan Minak Jinggo. Minak Jinggo mati dengan tersenyum, segera
mahkotanya diambil oleh Damar Wulan dan dalam sekejap jasad Minak Jinggo hilang
musnah.
Rakyat Blambangan berduka-cita yang mendalam kehilangan
pemimpinnya yang gagah berani, arif dan bijaksana itu. Angkat Buto, Renggut
Muko dan Dayun masih setia tatap berada di istana Kadipaten walaupun Minak
Jinggo telah tiada. Waito dan Puyengan diajak ke Majapahit menhadap Ratu Kencono
Wungu. Damar Wulan juga membawa mahkota Minak Jinggo diikuti Sabdo Palon dan
Noyo Genggong. Pada saat perjalanan meraka melintasi bukirt Mrawan, mereka
dihadang oleh Patih Logender dan kedua anaknya Layang Seto dan Kumitir. Mereka
bertiga merampas mahkota Minak Jinggo dan akan menghadapkan Waito dan Puyengan
kepada Ratu Kencono Wungu sebagai bukti
bahwa Minak Jinggo telah mati dan kalah oleh Layang Seto dan Kumitir. Hal ini
adalah cara licik Patih Logender. Damar Wulan, Sabdo Palon dan Noyo Genggong
terjatuh ke jurang dan berpura-pura mati. Layang Seto dan Kumitir berteriak
melihat Damar Wulan tergelantung di jurang, tempat ini hingga sekarang disebut
Kumitir.
Dengan pongahya Patih Longender, Layang Seto dan Kumitir
membawa mahkota Minak Jinggo dan menyeret Waito serta Puyengan ke hadapan Ratu
Kencono Wungu. Patih Logender berbohong dengan liciknya bercerita kepada Ratu
Kencono Wungu bahwa Layang Seto dan Kumitir berhasil membunuh Minak Jinggo. Dan
yang berhak menikahi Ratu Kenconop Wungu dan menduduki tahta Majapahit adalah
kedua anaknya itu yang berpakaian rapi layaknya temanten dan siap dinikahkan
dan dinobatkan sebagai Raja. Ratu Kencono Wungu didampingi Minak Koncar dan punggawa
lainya terdiam sejenak. Ratu Kencono Wungu siap dan ia akan menepati janjinya.
Pada saat yang bersamaan tiba-tiba muncul Damar Wulan, Sabdo
Palon dan Noyo Genggong menghadap Ratu Kencono Wungu. Terbelalak mata Patih Logender,
Layang Seto dan Kumitir melihat kemunculan yang tiba-tiba tiga orang yang
dikira sudah mati di jurang bukit Mrawan itu. Suasana jadi kacau, Patih Logender
dan kedua anaknya menendang dan mengusir Damar Wulan serta kedua abdinya untuk
keluar istana. Atas ijin Ratu Kencono Wungu, Minak Koncar menanyakan kedua
belah pihak apa yang sebenarnya terjadi. Dengan berani dan lantang Waito dan
Puyengan menceritakan yang sebenarnya. Damar Wulan berhasil membunuh Minak
Jinggo. Patih Logender, Layang Seto dan Kumitir merampas mahkota Minak Jinggo
di bukit Mrawan. Geram hati Patih Logender dan kedua anaknya mendengar
kesaksian Waito dan Puyengan, mereka bertiga berteriak-teriak menyangkalnya.
Untuk membuktikan siapa yang benar, Ratu Kencono Wungu
membuat sayembara adu perang dalam lingkaran janur kuning. Siapa yang keluar
dari lingkaran, baik itu Damar Wulan atau Layang Seto dan Kumitir berarti yang
kalah dan berbohong. Dia harus dihukum serta diarak agar masyarakat tahu
siapa-siapa orang pengecut dan pecundang. Gemetar dan pucat pasi muka Patih Logender,
Layang Seto dan Kumitir mendengar hukuman yang akan diterima jika mereka kalah.
Disaksikan Minak Koncar para punggawa dan masyarakat di
alun-alun terbuka yang di tengahnya terdapat lingkaran janur kuning, maka
pertarungan dilaksanakan. Damar Wulan melawan dua orang, Layang Seto dan
Kumitir dipegang Damar Wulan dan dibenturkanlah kepala mereka. Tubuh mereka
terlempar keluar lingkaran janur kuning. Riuh sorak-sorai masyarakat yang
menyaksikan pertarungan itu. Damar Wulan
membuktikan bahwa dialah yang berhasil membunuh Minak Jinggo. Ratu
Kencono Wungu menepati janjinya. Damar Wulan diangkat menjadi Raja. Anjasmoro,
Waito dan Puyengan hidup rukun di istana Kerajaan Majapahit.