Lemah Kuning! Nama ini sengaja aku pilih, karena ini akan mengingatkan pada suatu masalah tersendiri, yang menjadi harus dicampakkan, dan dijauhkan dari kebenaran. Dan mungkin kebenaran itu hanya menjadi suatu impian belaka. Namun demikian marilah kita bermimpi, banyak orang mengatakan dengin bermimpi suatu saat akan menjadi kenyataan. Jauh sebelum saya menggunakan kata ini untuk memberi judul blog, hanya satu masalah yang muncul ketika dilakukan pencarian menggunakan google.

19.7.17

SINETRON KOLOSAL

RADEN PEMANAH RASA





















Genre                    : Kolosal Sejarah
Format                  : Sinetron
Penulis                  : 1. Rachmawati
                                2. Sakti Wibowo
                                3. Puri Pudeswon
                                4.Sumirta
Sutradara               : Dedy Mercy
Bahasa                   : Indonesia
Produser                : Didi Ardiansyah
Rumah produksi    : MNC Pictures
Stasiun televisi      : RCTI

 


Raden Pamanah Rasa adalah sinetron kolosal Indonesia produksi MNC Pictures yang tayang di stasiun televisi RCTI sejak 6 Juli 2017 dan berhenti tayang pada 14 Juli 2017. Sinetron ini dibintangi di antaranya Bima Azriel (12 tahun) sebagai Raden Pemanah Rasa, Rafael Putra Ismy (13 tahun) sebagai Purba Menak, Ferdi Ali Arnaz sebagai Prabu Ningrat Kencana, Kirana Larasati sebagai Astunalarang,Yama Carlos sebagai Surakerta, Reza Pahlevi sebagai Banyak Sumba, dan masih banyak lagi.

 

Kisah Prabu Siliwangi sangat dikenal dalam sejarah Sunda sebagai Raja Pajajaran. Salah satu naskah kuno yang menjelaskan tentang perjalanan Prabu Siliwangi adalah kitab Suwasit. Kitab yang ditulis dengan menggunakan bahasa Sunda kuno di dalam selembar kulit macan putih yang ditemukan di desa Pajajar, Rajagaluh, Jawa Barat.

 
Prabu Siliwangi adalah seorang raja besar pilih tanding sakti mandraguna, arif  & bijaksana, memerintah rakyatnya di kerajaan Pakuan Pajajaran. Prabu Siliwangi adalah Putra Prabu Anggalarang atau Prabu Dewa Niskala, raja dari kerajaan Gajah yang berkuasa di Surawisesa atau Kraton Galuh di Ciamis Jawa Barat. Pada masa mudanya dikenal dengan nama "Raden Pamanah Rasa". Sejak kecil beliau diasuh oleh Ki Gedeng Sindangkasih, seorang juru pelabuhan Muara Jati di kerajaan Singapura (seblum bernama Cirebon).
 
Setelah Raden Pemanah Rasa dewasa & sudah cukup ilmu yang diajarkan oleh Ki Gedeng Sindangkasih, beliau kembali ke kerajaan Gajah untuk mengabdi kepada ayahandanya prabu Anggalarang/ Dewa Niskala. Setelah itu Raden Pemanah Rasa menikahi putri Ki Gedeng Sindangkasih yang bernama Nyi Ambet Kasih.
 
Ketika itu Kerajaan Galuh dalam pemerintahan Prabu Dewa Niskala atau Prabu Anggalarang sedang dalam masa keemasanya. Wilayahnya terbentang luas dari Sungai Citarum di Karawang yang berbatasan langsung dengan kerajaan Sunda sampai sungai Cipamali, berbatasan dengan Majapahit.
 
 




















Perang Bubat tak hanya menyisakan dendam, tapi juga mengubah tatanan. Kerajaan Galuh dipindahkan untuk menyelamatkan Ratu Galuh. Raden Pamanah Rasa lahir di antara pusaran itu. Sebagai Putra Mahkota, ia disiapkan ayahandanya -Prabu Anggalarang- untuk menyongsong takdir: menyatukan Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Raden Pamanah Rasa berdiri di atas obsesi tokoh kontroversi seperti Amuk Murugul. Ia kemudian dipertaruhkan ketika para raja nusantara meminta menjadi mediator menghadapi Portugis yang berwajah ganda -pengusaha yang dipersenjatai, berdagang tapi harus menyebarkan agama-.

 
Jauh sebelum itu, kerikil tajam mengadang mulai dari iri dengki kakaknya sampai Perang Cogreg yang menurunkan Rakean Ningrat Kancana dan Rakean Rahyang Kancana dari kedudukan sebagai Ratu dan Resi. Keberhasilan perjalanan Raden Pamanah Rasa adalah ketika mendapat gelar dari Sunan Rumenggong -Sri Paduka Maharaja Prabu Guru Gantangan Sang Sri Jaya Dewata- menandai posisi Rama Agung silih diduduki tiga orang yaitu Mundinglaya, Mundingwangi, dan Mundingsari. Kisah yang tak banyak diungkap dalam sejarah nasional, selain dalam cerita lisan.

 

 






















Sayangnya sinetron kolosal ini dihentikan penayanganya setelah 9 episode. Mungkin ceritanya akan lain jika senetron ini diangkat ke layar lebar terlebih dahulu, seperti misalnya Laskar Pelangi yang akhirnya mendulang sukses kemana-mana. Saya membandingkan cerita kolosal ini dengan cerita novel Laskar Pelangi karena sama-sama dibintangi oleh anak-anak. Sementara masyarakat Indonesia tidak terlalu tertarik dengan bintang anak-anak, dimana berlaku hukum "tak kenal maka tak sayang".

 
Saya sendiri telah menyaksikan beberpa episode (bagian tengah), dan sungguh saya mengangkat empat jempol sekaligus untuk sinetron ini. Kelebihannya adalah:
  1. Merupakan cerita sejarah kolosal yang bisa disetarakan dengan Tutur Tinular.
  2. Bintang-bintang sinetron bertaburan yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya, dan termasuk bintang utama (anak-anak) Bima Azriel yang ternyata sudah kenyang berhadapan dengan kamera sejak kecil.
  3. Cerita, tata letak, tata suara, gesture dan seluruh rangkaian sinetron ini dibuat sangat hati-hati sehingga menghadirkan visual yang nyaris sama dengan aslinya.
Kekurangan dari sinetron ini tidak ada.
Para pendukung sinetron Raden Pemanah Rasa


 



























Tidak ada komentar: