Lemah Kuning! Nama ini sengaja aku pilih, karena ini akan mengingatkan pada suatu masalah tersendiri, yang menjadi harus dicampakkan, dan dijauhkan dari kebenaran. Dan mungkin kebenaran itu hanya menjadi suatu impian belaka. Namun demikian marilah kita bermimpi, banyak orang mengatakan dengin bermimpi suatu saat akan menjadi kenyataan. Jauh sebelum saya menggunakan kata ini untuk memberi judul blog, hanya satu masalah yang muncul ketika dilakukan pencarian menggunakan google.

10.4.10

Menguak kebenaran

Jangan Mencari Benarnya Sendiri
Artikel asli: OJO REBUT BENER



Seluruh Nabi dan Rasul (pencetus sebuah agama) pasti menggunakan kitab-kitabnya yang terdapat petunjuk-petunjuk terhadap kebaikan, dimana masing-masing mempunyai daya-tariknya sendiri-sendiri. Kalau kita sebagai orang Nasrani maka pasti akan mengunggulkan golongannya, apabila melihat seorang pastur maka pastilah dalam hati akan timbul rasa hormat, tetapi jangan sampai kita meninggalkan siapa sebenarnya kita ini, begitu pula apabila kita mengaku Muslim (agama Islam) pasti akan sangat mencintai sesamanya, tetapi ya itu tadi jangan lupa kalo kita ini orang Indonesia negara yang subur makmur (gampang menanam tanpa banyak hambatan).

Apabila kita seorang pakem Wedha (wayang) pastilah akan mencintai Pulau Jawa yang menjadi pusat dari negara Indonesia, dan bila bertemu dengan para sesepuh dan pastilah akan menghormatinya (dari rasa yang terdalam) kemudian akan meniru tingkah satria dari ‘Amarta para Pendawa yang suka bertapa agar bisa berkuasa. Begitu pula bila kita membaca buku “Roman” maka pastilah kan terpengaruh isi Roman itu dan mengganggu pikiran sehingga menjadi tidak tentram, dengan pikiran yang menggelayut tidak karuan akhirnya lupa diri dan bila berlanjut pastilah akan sangat merugi.

Petunjuk-petunjuk yang ada dalam kitab-kitab Injil, Qur’an, Wedha, itu sejalan dengan kemajuan jaman akhirnya terpecah-pecah menjadi bermacam-macam kepercayaan (bagian dari sebuah agama). Qur’an kemudian menjadi N.U, Muhammadiyah, Islamiyah dan lain-lain.. Injil menjadi Pantekosta, Katolik, Protestan dan lain-lain. Demikian pula Wedha. Semenjak masih jaman Budha, dan semua kitab-kitab itu masih berada di tempat kelahirannya masing-masing. Negara-negara lain (yang bukan merupakan kelahiran kitab-kitab itu) masih rukun-rukun saja. Kemudian kitab-kitab itu dibawa oleh para saudagar yang angkara (mempunyai watak kurang baik), yang menginginkan agar negaranya bisa kaya-raya dan termashur. Maka bila dihitung agama yang ada di tanah air kita kira-kira hampir ada 72 macam, itu sebenarnya sama saja isinya, hanya berbeda bahasa, seperti halnya menyebut nama Tuhan (Gusti Kang Maha Kuwasa, Jawa), bahasa Inggris God. Bahasa Cina Dhi Kong, bahasa Arab Allah, dan ada juga yang menyebut Sang Hyang Utipati, atau Sang Hyang Latawal Ujwa. Itu semua benar adanya asalkan mengerti apa makna yang diinginkannya. Tetapi kemudian orang Jawa itu selalu menyederhanakan kata-kata, kalau orang Jawa mau menyebut Wahid jadinya Nga-ad, kalau mau bilang gulden jadinya segelo. Maka dari itu hampir semua hal yang bukan aslinya jarang yang mengerti apa arti sesungguhnya. Maka jadinya saling menjelekkan, dan dirinya sendiri selalu dianggep paling bener, mengaku dirinya paling suci, kemudian menganggap sudah diberi wahyu, yang tanda-tandanya apabila sudah tidak berlaku nyasar dari garis-garis petunjuk yang diberikanNya, kemudian tanpa makan dan tanpa tidur, adil dan bijaksana. Kita menirunya agar tidak saling bertengkar, untuk mencari kebenarannya sendiri dan akhirnya tidak sempat mencari makan karena tidak mau lagi tukar pendapat. Maka dari itu nontolah wayang, dalang yang sedang memberikan petuah-petuah itu semua akan ada buahnya, jangan hanya kulitnya saja. Seperti keris yang Cuma rangkanya saja yang digosok-gosok, tetapi dalemnya (berkarat) tidak pernah dibersihkan.

Maka dari itu Nabi dan Wali bila bersabda akan menjadi kenyataan, karena memang tajam kebatinannya. Selau bertindak sabar suka berderma dan punya rasa belas kasihan. Maka akan benar-benar dianggap mendapat wahyu apabila benar-benar bisa berlaku seperti para Nabi dan Wali. Ada 72 macam pemahaman (kepercayaan) dan bila ini bisa bersatu akan jadilah rukun. Seperti misalnya seorang anak yang ingin berbakti kepada orang-tuanya maka akan mempunyai caranya sendiri-sendiri, bisa dengan cara orang Eropa atau dengan cara orang Arab, itu semuanya adalah benar buat orang-orang yang ada disana di tanah-airnya masing-masing, dan mestinya tidak akan saling bertengkar.

Beginilah wejangan dari orang-tua:
Ngger (anak-anakku)…………!!! Semua anak-anakku, kalian semua berguyup-rukunlah agar menjadi contoh bangsa-bangsa lain, dan kalian saling bantu-membantu untuk membangun rumah dan ladang ini, agar janganlah berhitung jam (mencari makan), sembari mengupayakan laku prihatin, agar secepatnya dapat terselesaikan, jangan berebut kekuasaan, yang nantinya kalau sudah selesai semuanya bisa untuk tempat-tinggal dan sama-sama untuk ditempati bersama anak-cucu. Dan apabila kalian semua masih berantem, itu artinya kamu berbakti hanya sampai di tengah jalan saja, dan bila sampai ada yang dipenjara maka orang-tuamu sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi karena sudah ada bagiannya masing-masing. Jadi saya hanya Maha Pengasih, senang dan susah, surga dan neraka, kemulyaan dan kehinaan itu ada jalannya sendiri-sendiri. Bangsa ini akan makmur kalau kalian semua bisa guyup-rukun, kalian bisa guyup-rukun apabila kalian bisa akur. Kalian semua akan dapat guyup- rukun itu apabila kalian semua kaya akan pengetahuan dan pengalaman, akan dapat kaya pengalaman apabila mempunyai banyak pergaulan terhadap orang-orang yang berpengalaman. Kalau hanya punya pemahaman yang hanya satu itu sangat merugi. Maka dari itu salinglah bertanya, tetapi jangan samapai menjadikan kerugian pada pihak lain, yang diinginkan adalah turunnya anak-cucu yang merasa saling bersaudara, karena adanya saling harga-menghargai.